Oleh: Ketua Umum DNIKS Masa Bhakti 2024–2029, Effendy Choirie
Tulisan ini merupakan sedikit refleksi 80 tahun Indonesia merdeka. Pertanyaan mendasar adalah sejauh mana cita-cita kemerdekaan sebagaimana termaktub dalam Pembukaan UUD 1945 telah diwujudkan, khususnya dalam bidang keadilan sosial dan kesejahteraan rakyat.
Dengan analisis sosial-politik, ekonomi, dan keagamaan, makalah ini menegaskan bahwa untuk mewujudkan cita-cita kemerdekaan, diperlukan kolaborasi lima unsur bangsa: Ulama, Umara, Zu‘ama, Aghniya’, dan Fuqara.
Melalui sinergi strategis kelima unsur tersebut, cita-cita kemerdekaan berupa keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia dapat dicapai.
Puji syukur ke hadirat Allah SWT karena atas rahmat dan karunia-Nya, tulisan ringkas ini dapat disusun dalam rangka refleksi 80 tahun Indonesia merdeka. Tulisan ini tidak hanya sekadar refleksi, tetapi juga ajakan untuk membangun sinergi nasional.
Kami meyakini bahwa kolaborasi antara ulama sebagai penjaga moral, umara sebagai pemimpin negara, zu‘ama sebagai elite politik, aghniya’ sebagai pemilik modal, dan fuqara sebagai rakyat miskin adalah syarat utama terwujudnya keadilan sosial.
Tulisan ini sekaligus sebagai bahan renungan dan rekomendasi kebijakan bagi bangsa Indonesia. Semoga kita semua bisa melanjutkan perjuangan mewujudkan cita-cita kemerdekaan: Indonesia yang adil, makmur, dan sejahtera untuk semua.
Ulama sejak dulu adalah guru bangsa. KH Hasyim Asy‘ari dengan resolusi jihadnya, KH Ahmad Dahlan dengan pendidikan modern Muhammadiyah, hingga Panglima Besar Jenderal Sudirman yang seorang guru, menunjukkan bahwa ulama adalah kompas moral dan spiritual bangsa.
Di era globalisasi, ulama harus menjaga akhlak bangsa agar tidak larut dalam kapitalisme, individualisme, dan dekadensi moral. Penguasa Sebagai Pelindung Rakyat Umara (penguasa/pemerintah) adalah pemegang amanat rakyat.
Kualitas kepemimpinan umara menentukan arah negara. Data BPS 2025 menunjukkan angka kemiskinan masih 9,2% (sekitar 25 juta jiwa). Artinya, kebijakan umara belum optimal mengelola APBN dan SDA untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Zu‘ama: Pemimpin Politik dan Sosial, dalam hal ini Zu‘ama adalah elite politik dan tokoh bangsa. Mereka harus menjaga persatuan bangsa dan arah perjuangan. Namun sebagian justru terjebak dalam korupsi dan politik transaksional.
Sejarah mencatat Soekarno, Hatta, Agus Salim, Tan Malaka sebagai contoh zu‘ama berjiwa pengorbanan.
Aghniya’: Peran Orang Kaya dan Pemilik Modal, Aghniya’ adalah orang-orang kaya dan pemilik modal. Potensi zakat nasional mencapai Rp 327 triliun/tahun (BAZNAS 2024), namun baru terkumpul Rp 28 triliun. Potensi CSR BUMN rata-rata Rp 15–20 triliun/tahun. Jika dikelola baik, zakat dan CSR bisa menjadi instrumen besar pengentasan kemiskinan.
Fuqara: Kaum Miskin sebagai Subjek, Bukan Objek Fuqara bukan beban, melainkan subjek pembangunan. Data BPS 2025 menunjukkan 38% tenaga kerja masih di sektor informal. Rasio gini 0,384 menunjukkan ketimpangan distribusi kekayaan.
Fuqara harus diberdayakan lewat pendidikan, akses modal, dan perlindungan sosial.
Kolaborasi Lima Unsur: Jalan Menuju Keadilan Sosial Jika ulama, umara, zu‘ama, aghniya’, dan fuqara berjalan sendiri-sendiri, cita-cita kemerdekaan sulit terwujud.
Kolaborasi mereka akan menghadirkan keadilan sosial, sesuai sila ke-5 Pancasila. Refleksi 80 tahun kemerdekaan adalah panggilan untuk kembali ke cita-cita luhur pendiri bangsa. Kemerdekaan sejati hanya terwujud bila ada keadilan sosial dan kesejahteraan umum. Kolaborasi lima unsur bangsa adalah kunci menuju Indonesia merdeka yang sejahtera untuk semua.
1. Reformasi ekonomi berbasis SDA & CSR.
2. Optimalisasi zakat dan filantropi Islam.
3. Pendidikan sebagai instrumen mobilitas sosial.
4. Penguatan civil society untuk mengawasi pemerintah.