TODAYNEWS.ID – Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga (Unair), Prof. Dr. dr. Djohansjah Marzoeki, menegaskan bahwa keberadaan kolegium kedokteran tidak berada di bawah yurisdiksi negara maupun Kementerian Kesehatan (Kemenkes).
Dia menilai lembaga ini murni berperan dalam pengembangan keilmuan dan tidak berkaitan langsung dengan otoritas negara.
Dalam pemaparannya di sebuah mini simposium di kampus Unair, Kamis (12/6/2025), Prof Djohansjah menjelaskan bahwa dunia kedokteran terdiri dari dua ranah berbeda: aspek keilmuan dan aspek profesi.
“Yang diurus kolegium adalah dimensi keilmuan – mencakup perumusan standar pendidikan dan kompetensi dokter spesialis berdasarkan hasil riset dan pengembangan ilmu,” jelasnya.
Ia menyatakan bahwa ilmu kedokteran tergolong dalam ilmu pasti alam, yang tunduk pada prinsip universal dan tidak dibatasi oleh wilayah negara.
“Ilmu tidak mengenal batas negara. Validitas sebuah pengetahuan diuji secara global melalui komunitas ilmiah internasional, atau peer group,” lanjut Prof Djohansjah.
Ia menambahkan bahwa praktik profesi kedokteran memang berada dalam ranah hukum dan regulasi nasional, namun itu berbeda dari tanggung jawab kolegium yang bersifat akademik.
Senada dengan Prof Djohansjah, Guru Besar FK Unair lainnya, Prof. Dr. dr. David Sontani Perdanakusuma, SpBP-RE(K), turut memperingatkan bahwa jika peran kolegium kedokteran diambil alih oleh pemerintah, maka akan muncul persoalan serius.
“Bisa kacau kalau yang memegang kendali keilmuan adalah orang-orang yang tidak punya kompetensi akademik, tidak pernah mendidik, tidak memahami kurikulum atau standar operasi medis. Kolegium inilah yang selama ini menyusun dan menjaga kualitas pendidikan serta kompetensi dokter,” tegas Prof David.
Keduanya sepakat bahwa menjaga otonomi kolegium dalam ranah keilmuan adalah hal esensial agar mutu pendidikan dan profesi kedokteran tetap terjaga sesuai standar global.