TODAYNEWS.ID – Seorang siswa kelas IX dari SMP Katolik Angelus Custos, berinisial SSH (15), meninggal dunia akibat tersengat aliran listrik saat berada di lingkungan sekolah. Insiden memilukan ini terjadi pada Senin, 28 Maret 2025, di saat sekolah tengah libur.
Peristiwa itu kemudian dilaporkan oleh ayah korban, Tanu Hariadi, ke Polrestabes Surabaya pada 10 April 2025. Ia menjelaskan bahwa anaknya pergi ke sekolah untuk menyelesaikan tugas ujian praktik mata pelajaran PJOK bersama teman-teman kelompoknya.
Menurut keterangan, SSH tiba di sekolah sekitar pukul 11.23 WIB. Namun, ruang kelas mereka terkunci. Karena lapangan sedang digunakan oleh siswa SMA Katolik Frateran, mereka akhirnya memilih rooftop lantai empat sekolah SMA tersebut sebagai tempat kerja kelompok.
Di lokasi itu, SSH diduga bermaksud meletakkan ponsel di dekat unit pendingin udara (AC) guna merekam aktivitas mereka. Nahas, ia tanpa sengaja menginjak kabel listrik yang diduga dalam kondisi rusak. Ia langsung tersengat listrik.
“Teman-temannya menyaksikan anak saya berteriak ‘aku kesetrum’, lalu tubuhnya membeku sekitar 40 detik sebelum akhirnya jatuh dan kepalanya membentur pagar,” tutur Tanu kepada wartawan, Rabu (7/5).
Korban segera dibawa ke RS Adi Husada Undaan Wetan oleh rekan-rekannya, namun nyawanya tak tertolong dan dinyatakan meninggal sekitar pukul 12.35 WIB.
Tanu juga menyampaikan bahwa saat memandikan jenazah, ia menemukan luka bakar di kaki anaknya, serta bercak merah di punggung dan lengan, yang diduga akibat aliran listrik yang merusak saraf tubuhnya.
Pihak keluarga sempat mencoba menghubungi pihak sekolah pada 7 April untuk meminta penjelasan soal kejadian, namun tidak mendapat respons. Mereka akhirnya menggali informasi dari teman-teman almarhum.
“Kami justru hanya diberi cerita seputar keseharian Steven di sekolah. Padahal, insiden ini terjadi di lingkungan sekolah. Jika pihak sekolah memiliki empati, setidaknya datang ke rumah untuk menjelaskan. Itu akan sangat berarti bagi kami sebagai orang tua,” ujar Tanu.
Ia menambahkan bahwa awalnya rencana kerja kelompok hendak dilakukan di rumah salah satu teman. Namun, karena saran dari orang tua temannya yang juga guru di sekolah tersebut, akhirnya mereka diarahkan mengerjakan tugas di sekolah. Tempat sudah dijanjikan, tapi saat tiba, ruang kelas ternyata terkunci, hingga mereka terpaksa menuju rooftop.
Karena merasa tidak ada tanggapan atau itikad baik dari pihak sekolah, keluarga akhirnya membawa perkara ini ke ranah hukum. Laporan resmi telah diterima Polrestabes Surabaya dengan nomor STTLPM/549/IV/2025/SPKT/Polrestabes Surabaya.
Menanggapi laporan tersebut, Kasi Humas Polrestabes Surabaya, AKP Rina Shanty Dewi, menyatakan bahwa penyelidikan telah berjalan dan lima orang saksi, termasuk dari pihak sekolah, sudah dimintai keterangan.