TODAYNEWS.ID – Ratusan massa yang tergabung dalam Forum Masyarakat Madani Maritim (FMMM) menggelar aksi demonstrasi di Balai Kota Surabaya, Senin (22/9).
Mereka terdiri dari nelayan, petani tambak, petani garam, pelaku UMKM perikanan, mahasiswa, organisasi masyarakat, hingga komunitas keagamaan.
Aksi ini digelar sebagai bentuk penolakan terhadap rencana proyek reklamasi Surabaya Waterfront Land (SWL).
Koordinator Umum FMMM, Ramadhani Jaka Saputra, menegaskan bahwa Pemkot Surabaya maupun Pemprov Jawa Timur tidak menunjukkan keberpihakan terhadap masyarakat. Hal ini terlihat dalam rapat Kerangka Acuan (KA) Proyek SWL yang digelar bersama PT Granting, perangkat daerah provinsi, dan perwakilan Kota Surabaya pada 21 Agustus lalu.
“Dalam forum itu tidak ada komitmen penolakan. OPD maupun camat justru bersikap normatif dan diam, padahal sebelumnya ada kesepakatan antara pemerintah daerah dengan FMMM untuk menolak proyek ini,” ujar Jaka.
Ia juga menilai, sikap pemerintah provinsi tak jauh berbeda. Padahal, perjuangan penolakan reklamasi sudah berjalan lebih dari 1,5 tahun sejak terbitnya Permenko Perekonomian No. 6 Tahun 2024 yang memasukkan SWL ke dalam daftar Proyek Strategis Nasional (PSN).
Berbagai langkah telah ditempuh, mulai dari audiensi, unjuk rasa, hingga penyampaian aspirasi ke DPR RI. Namun, meski dalam Perpres No. 12 Tahun 2025 tentang RPJMN 2025–2029 SWL tidak lagi tercantum dalam daftar 77 PSN, pengembang tetap melanjutkan proses perizinan. Saat ini, PT Granting Jaya telah mengantongi Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (PKKPRL) dan sedang menyusun dokumen Kerangka Acuan Analisis Dampak Lingkungan (KA-ANDAL).
Menurut FMMM, reklamasi akan merusak ekosistem laut yang menjadi habitat udang, kerang, teripang, ikan, dan berbagai komoditas perikanan. Kerusakan itu dinilai berpotensi mengganggu ketahanan pangan, karena wilayah perairan tersebut juga dimanfaatkan oleh nelayan dari Madura, Sidoarjo, Pasuruan, hingga Probolinggo.
“Proyek ini bertentangan dengan visi Presiden Prabowo mengenai ketahanan pangan. Jika habitat hilang, nelayan tidak hanya di Surabaya, tapi juga daerah lain akan terdampak,” tambahnya.
Selain dampak lingkungan, FMMM juga menyoroti rekam jejak PT Granting Jaya yang dinilai tidak meyakinkan. “Track record mereka bermasalah, mulai dari kasus ambrolnya wahana Kenpark hingga rendahnya kontribusi PAD dari Atlantis Land,” tegas Jaka.
Sebelumnya, pada 8 September 2025, FMMM telah bertemu Asisten I Wali Kota Surabaya untuk menyampaikan tiga tuntutan utama, yakni:
Namun, hasil pertemuan lanjutan pada 10 September dengan Sekda Kota Surabaya justru memicu kekecewaan. FMMM menilai sikap Sekda arogan dan tidak serius menanggapi aspirasi, bahkan sempat melontarkan candaan yang dianggap merendahkan perjuangan masyarakat.
Kekecewaan itulah yang memicu aksi besar di Balai Kota. Dalam demonstrasi tersebut, massa kembali menegaskan tiga tuntutan:
“Jika dalam tiga hari tuntutan tidak dipenuhi, kami siap menggelar aksi yang lebih besar dan massif,” tutup Jaka.
Caption: Forum Masyarakat Madani Maritim (FMMM) menggelar aksi demonstrasi di Balai Kota Surabaya, Senin (22/9). Foto: Pramitha
Tidak ada komentar