TODAYNEWS.ID – Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung bersama Pespa IATL (Ikatan Alumni Teknik Lingkungan) ITB mengambil langkah nyata untuk menghadapi tantangan besar dalam pengelolaan sampah.
Salah satu solusi yang akan diuji coba yaitu pembentukan PSTK (Pengelola Sampah Tingkat Kelurahan). Uji coba telah dilaksanakan di Kelurahan Nyengseret dan Panjunan.
Kelembagaan ini dirancang untuk menjadi ujung tombak pengelolaan sampah di level komunitas, agar pengelolaan, terutama sampah makanan, bisa dilakukan langsung dari sumbernya.
Sekretaris Daerah Kota Bandung, Iskandar Zulkarnain menyampaikan, sebagian besar sampah yang dihasilkan warga Bandung merupakan sampah organik, termasuk sisa makanan yang seharusnya masih bisa diminimalkan.
“Kita perlu mengubah cara pandang dalam mengelola sampah makanan. Ini bukan hanya soal lingkungan, tapi juga menyangkut budaya hidup bijak dan tidak boros,” ujarnya di Hotel Ammarosa, Rabu 28 Agustus 2025.
Menurutnya, pengurangan food waste adalah isu lintas sektor. Selain mengurangi volume sampah, pengelolaan yang baik dapat mengubah sisa makanan menjadi pupuk atau pakan ternak yang bermanfaat bagi masyarakat.
“Kami yakin hasil riset ini bisa direplikasi ke seluruh kelurahan di Kota Bandung. Tapi kuncinya ada di kolaborasi. Pemerintah tidak bisa jalan sendiri. Kita butuh sinergi dengan akademisi, swasta, komunitas, dan masyarakat,” bebernya.
Sementara itu, Ketua Umum IATL ITB, Chitra Ratna menjelaskan, hasil riset selama 1,5 tahun terakhir menemukan adanya “missing link” dalam sistem pengelolaan sampah di tingkat paling bawah.
“Sering kali kita tidak sadar bahwa pengumpulan sampah dari RT atau RW masih lemah. Ini adalah mata rantai yang hilang tapi krusial dalam sistem,” ungkapnya.
Menurut Chitra, kelemahan pada sistem pengumpulan ini menjadi penyebab utama mengapa banyak sampah tidak terkelola dengan baik hingga akhirnya menumpuk di TPS dan TPA.
“Kalau link yang hilang ini bisa kita ubah jadi inovasi, maka hasilnya akan sangat terasa. Bandung sudah punya modal bagus seperti program Kang Pisman dan Buruan SAE. Ini bisa jadi contoh nasional,” ujarnya.
Uji coba skema kelembagaan tingkat kelurahan ini dianggap sebagai langkah awal yang menjanjikan.
Selain mendorong budaya tanam di rumah (urban farming), program ini juga menunjukkan bahwa sisa makanan yang telah diolah bisa dimanfaatkan kembali, mengurangi beban lingkungan, dan memberi nilai tambah ekonomi bagi warga. ***