Wakil Ketua Komisi V DPR RI Andi Iwan Darmawan Aras. Foto: IstimewaTODAYNEWS.ID – Wakil Ketua Komisi V DPR RI Andi Iwan Darmawan Aras, meminta pemerintah memperkuat mitigasi dan antisipasi bencana menjelang Natal 2025 dan Tahun Baru 2026 (Nataru).
Seruan itu ia sampaikan guna merespons peringatan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) terkait potensi cuaca ekstrem di berbagai daerah.
“Intensifikasi monsun Asia, anomali atmosfer global, hingga potensi kelahiran bibit siklon tropis menjadikan Desember 2025 sebagai periode dengan risiko hidrometeorologi tertinggi dalam beberapa tahun terakhir,” kata Iwan Aras dalam keterangannya, Sabtu (6/12/2025).
Iwan mengatakan, berdasarkan laporan BMKG, wilayah Jawa Barat tercatat sebagai daerah paling rawan bencana, disusul Jawa Tengah dan Jawa Timur. Ketiga wilayah itu, menurutnya, merupakan kawasan berpenduduk padat yang akan mengalami peningkatan mobilitas selama libur panjang.
“Ini tiga wilayah berpenduduk padat yang menjadi pusat mobilitas pada libur panjang. Maka semua pihak, termasuk masyarakat, harus meningkatkan kewaspadaan,” ujarnya.
Ia menegaskan peringatan BMKG seharusnya tidak dipandang sebagai alarm teknis semata, melainkan sinyal mengenai kesiapan negara dalam menghadapi ancaman bencana yang semakin sering dan ekstrem.
“Warning BMKG harus dilihat bukan hanya sekadar alarm teknis, tapi juga sebagai sinyal mengenai kesiapan negara dalam menghadapi ancaman berulang yang kini semakin sering dan semakin ekstrem,” imbuhnya.
Iwan menyebut bencana alam telah melanda berbagai wilayah, sehingga pemerintah harus segera menerjemahkan prediksi dan peringatan dini BMKG ke dalam langkah konkret yang cepat.
“Termasuk persiapan evakuasi warga, pengungsian dini, pengetatan aktivitas di zona merah, dan memperkuat logistik sebelum bencana tiba, serta tidak dukungan informasi publik yang masif dan mudah diakses,” ucapnya.
Lebih lanjut, Legislator Fraksi Gerindra ini menekankan bahwa kesiapsiagaan membutuhkan keberanian mengambil keputusan, termasuk tindakan dini yang mungkin tidak populer.
“Dalam situasi seperti ini, kesiapsiagaan bukan lagi sekadar soal kemampuan teknis, tetapi juga soal keberanian untuk memutuskan tindakan dini yang tidak populer namun menyelamatkan nyawa,” imbuh Iwan.