TODAYNEWS.ID – Anggota Komisi IV DPR RI Slamet, menyampaikan kritik dan catatan penting terhadap kebijakan impor etanol bebas tarif sebagaimana tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 16 Tahun 2025.
Slamet menilai, meskipun kebijakan impor etanol dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan energi terbarukan dan menekan harga, namun terdapat dampak serius yang merugikan petani lokal dan membahayakan industri gula nasional.
“Dengan dibukanya impor etanol tanpa kuota, rekomendasi teknis, maupun tindakan lainnya, harga bahan baku lokal seperti tetes tebu akan tertekan,” kata Slamet dalam rapat Kerja Komisi IV DPR RI bersama Menteri Pertanian RI di Gedung DPR Jakarta, mengutip Jumat (19/9/2025).
“Petani tebu yang sudah menanggung biaya produksi, perawatan, dan tenaga kerja akan kesulitan memperoleh margin yang adil. Ini jelas mengancam punahnya usaha mereka,” tambah Slamet menegaskan.
Selain berdampak pada petani, Slamet juga menyoroti risiko penyerapan terhadap industri hilir, khususnya produsen etanol dan pabrik gula selama ini tetes tebu lokal.
Menurutnya penurunan harga bahan baku berpotensi menimbulkan penurunan stok tebu di pabrik gula, yang tidak hanya merugikan secara ekonomi tetapi juga menimbulkan masalah lingkungan. Padahal, saat ini Indonesia masih mengalami surplus produksi etanol dan tetes tebu dalam negeri.
Oleh karena itu, Slamet merekomendasikan agar pemerintah meninjau kembali Permendag No.16/2025 dengan mempertimbangkan penerapan kuota, rekomendasi teknis, atau mekanisme safeguard.
“DPR RI melalui Komisi IV akan terus mengawal pelaksanaan kebijakan ini bersama kementerian terkait,” ucapnya.
Pemerintah juga perlu memperkuat hilirisasi dalam negeri dengan meningkatkan kapasitas produksi etanol lokal, mendorong diversifikasi bahan baku, serta membangun skema pemulihan atau margin harga yang aman bagi petani.
Selain itu, percepatan penerapan kebijakan pencampuran biofuel harus dilakukan secara adil dan transparan agar ada kepastian penyerapan produksi etanol lokal.
“Jika terbukti impor etanol bebas tarif merugikan petani dan menekan industri gula nasional, kami akan meminta pemerintah melakukan revisi atau perbankan kembali. Kepentingan petani dan ketahanan pangan dalam negeri harus menjadi prioritas utama,” demikian Slamet.
Tidak ada komentar