x

Kata Pemprov Aceh soal Yusil Sebut Perjanjian Helsinki Atur Batas Wilayah 4 Pulau

waktu baca 3 menit
Senin, 16 Jun 2025 20:02 132 Gibran Negus

TODAYNEWS.ID Pemerintah Provinsi Aceh menanggapi pernyataan Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan (Menko Kumham Imipas)Yusril Ihza Mahendra yang menyebut perjanjian Helsinki dan UU 1956 tidak bisa dijadikan poin rujukan utama terkait kepemilikan 4 pulau.

Adapun selain perjanjian Helsinki status kepemilikan 4 pulau itu juga tertulis di  Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1956 tentang pembentukan daerah otonom Provinsi Aceh dan Provinsi Sumatra Utara yang telah diteken oleh Presiden RI Sukarno.

Dalam perjanjian Helsinki dan UU yang diteken Soekarno itu telah menyebutkan bahwa status 4 pulau itu dimiliki oleh Provinsi Aceh.

Kepala Biro Pemerintahan dan Otonomi Daerah Sekretariat Aceh, Syakir menyebut UU 1956 dan perjanjian Helsinki tidak bisa dipisahkan dengan kesepakatan Gubernur Aceh dan Sumatera Utara (Sumut) di tahun 1992 mengenai batas wilayah yang menyebut empat pulau itu masuk dalam wilayah Aceh.

Syakir mengungkapkan bahwa isi dokumen kesepakatan 1992 itu juga mengacu pada UU 1956 dan diperkuat dengan perjanjian MoU Helsinki.

Dalam keterangannya, Syakir juga menyinggung bunyi Permendagri Nomor 141 tahun 2017 tentang batas daerah yang salah satu poin nya menyebutkan penyelesaian batas daerah harus mengacu pada kesepakatan kedua daerah yang berbatasan.

“Yang jelas kalau kita pelajari secara umum kesepakatan para pihak akan menjadi UU para pihak dan itu mengikat,” ungkap Syakir Senin (16/6/2025).

“Dalam Permendagri Nomor 141 Tahun 2017 tentang Batas Daerah pada Pasal 3 ayat 2 huruf f jelas disebut dokumen penyelesaian batas daerah salah satunya adalah kesepakatan kedua daerah yang berbatasan. Ini aturan yang ngomong bukan orang,” lanjut Syakir.

Di sisi lain, Syakir menegaskan bahwa pemerintah Aceh tidak akan mundur mempertahankan kepemilikan 4 pulau tersebut.

Syakir memastikan telah menyiapkan sejumlah dokumen yang berisi tentang data-data mengenai bukti kepemilikan pulau termasuk dokumen kesepakatan Gubernur Aceh dan Sumut tahun 1992.

Ia menekankan, bahwa data-data yang termaktub dalam dokumen itu nantinya akan dijabarkan lagi dalam rapat dengan Kemendagri.

Selain itu, Syakir menambahkan, bahwa pihaknya akan berbuat di jalur non litigasi dan tidak akan menempuh jalur PTUN untuk dapat mempertahankan kepemilikan 4 pulau tersebut.

“Semua strategi kita tempuh yang jelas kita tidak masuk lewat PTUN. Kita mempersiapkan administrasi, bersifat konsultatif dan hal lainnya, kita tetap konsen untuk merebut pulau tersebut,” tandas Syakir.

Sebelumnya, Menteri Kumham Imipas Yusril Ihza Mahendra menyebut perjanjian Helsinki sejatinya tidak bisa dijadikan rujukan utama menentukan kepemilikan empat pulau yang kini menjadi sengketa antara Aceh dan Sumatera Utara.

“Enggak, enggak masuk. Undang-undang 1956 juga enggak, kami sudah pelajari,” ungkap Yusril dikutip Senin (16/6/2025).

Yusril menyebut status kepemilikan 4 pulau itu tak hanya mengacu kepada perjanjian Helsinki dan UU Nomor tahun 1956 melainkan juga berdasarkan poin aturan Permendagri.

Adapun 4 pulau yang telah ramai diperbincangkan itu yakni Pulau Lipan, Pulau Panjang, Pulau Mangkir Ketek dan Pulau Mangkir Gadang.

“Undang-undang pembentukan Provinsi Aceh Tahun 1956 itu tidak menyebutkan status empat pulau itu ya, bahwa Provinsi Aceh terdiri atas ini, ini, ini ya, tapi mengenai tapak batas wilayah itu belum,” ujar Yusril.

Yusril menambahkan peraturan soal batas tapak wilayah muncul pasca zaman reformasi dengan adanya keputusan pemekaran wilayah provinsi, kabupaten dan kota.

“Maka banyaklah timbul permasalahan itu, tapi satu demi satu dapat diselesaikan ya. Saya juga beberapa kali menangani penentuan batas wilayah dan juga mengenai sengketa pulau sekitar batas daratan bisa kita selesaikan secara yang baik,” tandas Yusril. (GIB)

 

 

Post Views132 Total Count
Iklan

Pilkada & Pilpres

INSTAGRAM

13 hours ago
17 hours ago
17 hours ago
23 hours ago

LAINNYA
x