Pemimpin Revolusi Islam Iran atau Rahbar, Ayatullah Sayyid Ali Khamenei. Foto: Akun X Khamenei.irTODAYNEWS.ID – Pemimpin Revolusi Islam Iran atau Rahbar, Ayatullah Sayyid Ali Khamenei, mengatakan konflik antara Teheran dan Washington bersifat “intrinsik” dan berakar pada benturan kepentingan yang mendasar.
Ia memperingatkan bahwa kerja sama dengan Amerika Serikat (AS) hanya mungkin terjadi jika Washington mengakhiri dukungan terhadap Israel, dan menarik pangkalan militer dari kawasan serta menghentikan campur tangan dalam urusan Iran.
Hal itu disampaikan Khamenei dalam di hadapan ribuan mahasiswa dan keluarga para martir perang di Teheran untuk memperingati hari menjelang 4 November yang jadi momentum perebutan Kedutaan Besar AS di Teheran pada tahun 1979, dan menyebutnya sebagai peristiwa bersejarah yang menentukan identitas Iran.
“Konflik antara Republik Islam dan Amerika Serikat bersifat intrinsik, dan merupakan konfrontasi kepentingan antara kedua belah pihak,” kata Khamenei melansir presstv, Senin (13/11/2025).
“Hanya jika Amerika Serikat sepenuhnya mengakhiri dukungannya terhadap rezim Zionis terkutuk, menarik pangkalan militernya, dan menahan diri dari campur tangan, permintaan Amerika untuk bekerja sama dengan Iran dapat dipertimbangkan—bukan dalam waktu dekat, tetapi nanti,” lanjutnya.
Khamenei menggambarkan penyitaan kedutaan besar pada tahun 1979 sebagai “hari kebanggaan dan kemenangan” sekaligus pengungkapan identitas asli pemerintah AS.
“Penyitaan Kedutaan Besar AS telah mengungkap identitas sebenarnya dari pemerintah Amerika Serikat dan hakikat sejati Revolusi Islam,” ujarnya.
Pemimpin Iran itu menelusuri akar ketegangan AS-Iran hingga kudeta tahun 1953 yang menggulingkan Perdana Menteri Mohammad Mossadegh.
Ia mengatakan bahwa AS berkonspirasi dengan Inggris untuk menggulingkan Mossadegh meskipun secara terbuka tampak mendukungnya.
“Amerika tersenyum pada Mossadegh, tetapi secara diam-diam, bersama Inggris, melakukan kudeta, menggulingkan pemerintahan nasional, dan memulangkan Shah yang melarikan diri,” ujarnya.
Ayatollah Khamenei juga menepis anggapan bahwa slogan-slogan anti-AS seperti “Matilah Amerika” memicu permusuhan Amerika.
“Persoalan Amerika dengan Republik Islam bersifat intrinsik, yakni benturan kepentingan, bukan slogan,” urainya.
Lebih lanjut, Rahbar mengatakan penyitaan kedutaan besar tahun 1979 awalnya dimaksudkan berlangsung beberapa hari sebagai refleksi simbolis kemarahan publik, tetapi mengungkap rencana AS yang lebih dalam terhadap Revolusi.
“Para mahasiswa menemukan dokumen yang menunjukkan kedutaan tersebut merupakan pusat konspirasi melawan Revolusi,” katanya.
Ia juga menolak tawaran kerja sama AS karena dianggap tidak ada artinya selama Washington terus mendukung Israel.
“Kolaborasi dengan Iran yang dibarengi dukungan AS terhadap rezim Zionis terkutuk itu tidak selaras. Kerja sama baru bisa dibahas jika AS sepenuhnya menarik dukungan, menyingkirkan pangkalan militer, dan berhenti campur tangan—tetapi tidak dalam waktu dekat,” tegasnya.
Untuk itu, Khamenei mendesak para mahasiswa untuk memperdalam pengetahuan tentang sejarah politik Iran dan tantangan terkini, memperkuat ilmu pengetahuan, dan mempertahankan kemajuan dalam kemampuan militer untuk menunjukkan bahwa “Iran adalah negara kuat yang tidak dapat ditaklukkan oleh kekuatan mana pun.”