TODAYNEWS.ID – Agenda transisi energi dari fosil ke energi bersih dan terbarukan sudah menjadi komitmen pemerintah Indonesia, tak terkecuali pemerintah Provinsi Jawa Barat.
Dalam konteks Jawa Barat, komitmen transisi energi yaitu percepatan pengembangan energi terbarukan sudah termuat dalam dokumen kebijakan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJPD) Jawa Barat 2024-2045.
Kebijakan RPJPD 2024-2025, harus menjadi rujukan dalam kebijakan RPJMD Jawa Barat 2025-2029 dan Kebijakan Rencana Umum Energi Daerah (RUED) 2025-2035 yang saat ini tengah disusun.
Hal ini juga sejalan dengan implementasi Peraturan Presiden Nomor 11 Tahun 2023 tentang pembagian urusan pemerintahan konkuren di bidang energi dan sumber daya mineral pada subbidang Energi Baru Terbarukan.
Sekretaris Jenderal Perkumpulan INISIATIF, Dadan Ramdan mengatakan bahwa Pemerintah Provinsi Jawa Barat dalam Rancangan RUED-P sebenarnya telah menargetkan bauran energi baru terbarukan (EBT) pada energi Primer tahun 2030 minimal 30%.
Dadan Ramdan mengatakan, target ini sudah di atas target nasional sebesar 19% pada tahun 2030. Dengan target 30%, artinya pemerintah Jawa Barat perlu memprioritaskan program percepatan pembangunan energi bersih dan terbarukan (EBT) dalam pembangunan daerah dalam 5 tahun ke depan, yang saat ini hanya baru dicapai sekitar 23%.
Dadan Ramdan mengatakan bahwa Wilayah Jawa Barat itu sangat istimewa, karena memiliki potensi energi terbarukan yang melimpah yang bersumber dari air, angin dan matahari.
Saat, ini dari potensi energi terbarukan yang dimiliki Jawa Barat, sekitar 190 GW, hanya baru termanfaatkan sekitar 2% saja. Artinya, sekitar 98% belum termanfaatkan secara maksimal.
“Pemanfaatan potensi energi terbarukan ini pasti akan berkontribusi pada pengurangan emisi gas rumah kaca, mengurangi pencemaran udara di Jawa Barat dan meningkatkan bauran energi terbarukan itu sendiri,”kata Dadan.
Peneliti Inisiatif, Ahmad Gunawan mengatakan, dari kajian APBD Provinsi Jawa Barat 2020-2025 ditemukan bahwa rerata belanja program EBT yang dijalankan oleh Dinas ESDM Jawa Barat masih sangat rendah, hanya sekitar Rp 5,6 milyar atau hanya 5,64% dari total belanja DESDM atau hanya 0,02% dari total belanja daerah.
“Itu artinya masih sangat kecil untuk saat ini,”kata Ahmad Gunawan.
Sementara itu, dari kajian APBD 2020-2025, Pemerintah Provinsi Jawa Barat memiliki potensi pendanaan yang cukup untuk pengelolaan dan pengembangan energi bersih dan terbarukan sebesar Rp 1,3 triliun/tahun yang bersumber dari pendapatan sektor energi.
“Pendapatan daerah dari sektor energi sebesar itu, diperoleh dari penerimaan pajak bahan bakar kendaraan bermotor (PBBKB) mencapai Rp 915,55 milyar/ tahun dan dari Dana Bagi Hasil (DBH) sektor energi (migas dan panas bumi) sebesar Rp. 415,88 milyar/tahun,”ujarnya.
Masih kecilnya belanja energi terbarukan, sementara potensi sumber energi terbarukan yang sangat besar serta potensi pendanaan APBD sebesar Rp 1,3 triliun sudah tersedia, sangat realistis Pemerintah Provinsi Jawa Barat memprioritaskan pembangunan energi bersih dan terbarukan khususnya untuk skala kecil dan menengah dalam pembangunan daerah 5 tahun ke depan.
Untuk Jawa Barat lebih Istimewa dan Visi Lingkungan Hidup Lestari, Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi harus melakukan terobosan kebijakan fiskalnya, dengan membuat kebijakan/regulasi dalam bentuk Peraturan Gubernur mengenai Earmaking Pendapatan dari PBBKB dan DBH energi untuk belanja dan pembiayaan energi terbarukan skala kecil dan menengah.
Kebijakan sangat mudah dibuat dan diimplementasikan karena Gubernur Jabar juga telah mempraktekannya ketika PAD dari pajak kendaraan bermotor (PKB) digunakan untuk perbaikan jalan provinsi. Hal ini juga sejalan dengan langkah ke-2 Jabar Istimewa yaitu pemanfaatan energi terbarukan untuk menunjang produktifitas pertanian
“Perkumpulan Inisiatif sebenarnya sudah menyampaikan rekomendasi kebijakan Earmaking ini kepada Dinas ESDM dan Sekretaris Daerah Jawa Barat, dimana mereka setuju dengan rekomendasi ini, namun akan lebih baik jika diperkuat dengan kebijakan/regulasi yang dibuat Gubernur Dedi Mulyadi,”katanya.
Pihaknya pun menegaskan, dalam APBD 2026, yang saat ini tengah dibahas, sebaiknya Gubernur Jawa Barat dapat mengalokasikan belanja energi terbarukan lebih besar dari tahun-tahun sebelumnya, Gubernur Jawa Barat bisa mengalokasikan sekitar 50% dari total pendapatan energi atau sekitar Rp 650 milyar untuk belanja dan pembiayaan pengembangan energi terbarukan, dimana saat ini belanja energi terbarukan hanya dialokasikan Rp 7-9 milyar/tahun.
“Alokasi belanja tersebut bisa digunakan untuk pendataan potensi energi terbarukan hingga ke tingkat desa, pelatihan dan pendidikan energi terbarukan untuk masyarakat, pengembangan infrastruktur energi terbarukan skala kecil dan menengah seperti pembangunan infrastruktur PLTS Atap, Mikro Hidro Biogas untuk menunjang usaha pertanian, ekonomi produktif masyarakat dan fasiltas sosial dan lainnya,”tuturnya.
“Belanja ini juga bisa dalam bentuk hibah untuk para pelaku usaha yang mengembangkan infrastruktur energi terbarukan skala kecil untuk usaha produktif komunitas dan UMKM,”tandasnya.***