TODAYNEWS.ID – DPRD Kota Semarang mendukung usulan dari Badan Pendapatan Daerah (Bapemda) untuk menerapkan mekanisme pemisahan tagihan (split bill) bagi pelaku usaha hiburan.
Langkah ini dinilai menjadi solusi strategis untuk meringankan beban pengusaha dalam menghadapi tarif Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) sebesar 40 persen, sekaligus menjaga optimalisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD).
“Saya rasa mekanisme split bill ini adalah jalan tengah yang strategis. Kami memahami kekhawatiran pelaku usaha terhadap tarif 40 persen, namun di sisi lain, ini adalah amanat undang-undang yang harus dijalankan,” kata Ketua Komisi B DPRD Kota Semarang, Joko Widodo usai Focus Group Discussion (FGD) yang digelar oleh Bapenda Kota Semarang di komplek Balai Kota Semarang, Selasa (1/7/2025).
Berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) No. 10 Tahun 2023, tarif PBJT sebesar 40 persen dikenakan pada jasa hiburan seperti diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan spa. Kebijakan ini merupakan turunan dari Undang-Undang No. 1 Tahun 2022 yang menetapkan rentang pajak hiburan antara 40 persen hingga 75 persen. Pemerintah Kota Semarang telah memilih tarif terendah dalam rentang tersebut.
Melalui cara ini, tagihan untuk makanan dan minuman dapat dipisahkan dari tagihan jasa hiburan atau minuman beralkohol. Dengan demikian, tarif pajak 40 persen hanya akan dikenakan pada item jasa hiburan spesifik, bukan pada seluruh transaksi.
“Kami mengapresiasi inisiatif Bapenda dan mendorong para pengusaha untuk segera mengadopsinya. Ini akan membantu keberlangsungan usaha tanpa mengurangi potensi pendapatan daerah secara signifikan,” tuturnya.
Pajak daerah merupakan tulang punggung keuangan Kota Semarang. Dalam APBD 2025, target PAD ditetapkan sebesar Rp3,82 triliun, dengan kontribusi dari pajak daerah mencapai Rp3,04 triliun. Dari jumlah tersebut, sektor PBJT (makanan, minuman, dan jasa perhotelan) ditargetkan menyumbang Rp949,79 miliar, atau lebih dari 31 persen dari total pajak daerah.
Joko mengajak seluruh pemangku kepentingan untuk terus berdialog demi menemukan kebijakan yang adaptif, yang mampu menyeimbangkan antara pertumbuhan ekonomi lokal dan kebutuhan fiskal daerah untuk pembangunan Kota Semarang.