TODAYNEWS.ID – Babak baru sengketa empat pulau Provinsi Aceh dan Provinsi Sumatera Utara kembali bergulir. Hal ini setelah adanya putusan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) terkait kepemilikan 4 pulau tersebut.
Mendagri Tito Karnavian telah memutuskan bahwa 4 pulau tersebut yakni, Pulau Panjang, Lipan, Mangkir Cadang, dan Mangkir Ketek resmi ditetapkan sebagai wilayah Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara.
Sebagaimana termaktub dalam Keputusan Menteri Dalam Negeri yang terbit pada 25 April 2025. Tito mengatakan bahwa Kepmendagri No. 300.2.2-2138/2025 tentang Pemberian dan Pemutakhiran Kode, Data Wilayah Administrasi Pemerintahan dan Pulau telah melewati kajian letak geografis dan pertimbangan keputusan yang melibatkan berbagai instansi.
“Kami memahami kalau ada pihak yang tidak puas. Tapi kami terbuka terhadap evaluasi atau gugatan hukum, termasuk ke PTUN. Silakan saja,” kata Tito.
Kasus sengketa 4 pulau ini sebetulnya sudah lama terjadi atau sejak 1928. Meskipun secara geografis terletak di depan pantai Kabupaten Tapanuli Tengah, keempat pulau itu sejak lama masuk dalam wilayah administrasi Aceh.
Ihwal sengketa itu, Tito menjelaskan bahwa batas darat antara Kabupaten Aceh Singkil dan Kabupaten Tapanuli Tengah sudah diteliti oleh Badan Informasi Geospasial (BIG), TNI Angkatan Laut, dan Topografi Angkatan Darat, sehingga pemerintah pusat memutuskan bahwa empat pulau tersebut berada dalam wilayah Sumatera Utara.
“Keputusan ini sudah ditandatangani oleh kedua belah pihak,” katanya.
Namun, batas lautnya masih belum menemui titik temu. Karena tidak ada kesepakatan, kata Tito, kewenangan pengambilan keputusan diserahkan kepada pemerintah pusat.
Tito berujar pemerintah pusat tidak memiliki kepentingan pribadi, melainkan hanya ingin menyelesaikan masalah batas wilayah secara objektif dan legal. Ia juga menambahkan bahwa penegasan nama wilayah sudah dilakukan, namun proses penyelesaian batas wilayah secara keseluruhan masih berjalan.
Terkait keputusan ini, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menyatakan siap menghadapi gugatan sengketa 4 pulau Aceh diambil Sumut.
Direktur Jenderal Bina Administrasi Wilayah Kemendagri Safrizal Zakaria Ali menyebut gugatan soal sengketa empat pulau bisa diajukan lewat berbagai jalur hukum.
“Bisa diajukan kepada pengadilan negeri pusat, tetapi jika lama bersidangnya, misalnya karena banyak sekali yang diajukan ke pengadilan, maka dapat diajukan lewat pengadilan PTUN,” kata Safrizal di kantor Kemendagri, Jakarta Pusat.
Selain ke PTUN, menurut Safrizal, Pemerintah Aceh juga bisa mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK).
“Beberapa (sengketa) batas daerah juga mengajukan ke Mahkamah Konstitusi, ada yang ditolak karena di luar kewenangan, ada juga yang dibahas (bahkan diputus) oleh MK,” ujarnya.
Kemendagri mengungkapkan pandangan yang berbeda antara Pemerintah Aceh dan Sumatera Utara mengenai empat pulau yang diambil Sumut. Aceh memiliki historis panjang dari dasar dokumen hukum dan catatan agraria untuk memperkuat posisi mereka atas Pulau Lipan, Pulau Panjang, Pulau Mangkir Besar, dan Pulau Mangkir Kecil. Sementara, Sumut lebih ke data hasil verifikasi Kepmendagri.
Safrizal mengungkapkan Pemerintah Aceh mengandalkan sejumlah dokumen lama sebagai landasan yuridis atas pengelolaan keempat pulau itu.
“SK Kepala Inspeksi Agraria Daerah Istimewa Atjeh Nomor 125/IA/1965 tanggal 17 Juni 1965, membuktikan secara administrasi dikeluarkan oleh instansi yang berada dalam Provinsi Aceh,” ujar Safrizal dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu, 11 Juni 2025.
Aceh juga menyerahkan bukti surat kuasa dari Teuku Djohandsyah bin Teuku Daud kepada Teuku Abdullah bin Teuku Daud tertanggal 24 April 1980, serta peta topografi TNI AD tahun 1978 yang menunjukkan posisi keempat pulau berada di wilayah Aceh. Dokumen lain yang turut diajukan adalah kesepakatan yang diteken Gubernur Aceh Ibrahim Hasan dan Gubernur Sumatera Utara Raja Inal Siregar, serta surat keputusan Mendagri Nomor 111 Tahun 1992 yang mengacu pada peta topografi militer tersebut.
Pemprov Aceh juga membawa berita acara tahun 2021 terkait penyelesaian sengketa adat antara Kabupaten Aceh Singkil dan Tapanuli Tengah serta hasil rapat bersama dengan Pemprov Sumut pada 31 Oktober 2002. Mereka menambahkan Qanun RZWP3K Aceh sebagai penguat pengakuan wilayah secara hukum daerah.
Secara pengelolaan, tiga dari empat pulau yang diperebutkan juga meninggalkan jejak Aceh, di mana pada survei tim Kemendagri tahun 2022, ditemukan sejumlah tugu. Bahkan, khususnya Pulau Panjang, ditemukan dermaga, musala, makam hingga kebun garapan yang dimiliki oleh masyarakat Aceh.
Di sisi lain, Pemerintah Sumatera Utara mengajukan pembelaan berdasarkan dokumen yang lebih kontemporer. Mereka menyodorkan Berita Acara Rapat Tim Nasional Pembakuan Nama Rupabumi pada 30 November 2017 dan hasil verifikasi Timnas Nama Rupabumi pada 2008 sebagai dasar klaim keempat pulau.
Pemerintah Sumut juga merujuk pada Surat Mendagri Nomor 136/046/BAK tertanggal 4 Januari 2018, yang mencantumkan empat pulau itu dalam dokumen untuk Konferensi PBB mengenai Penamaan Geografis. Dokumen tambahan yang diajukan antara lain kesepakatan bersama dengan Aceh terkait rencana zonasi wilayah pesisir pada Januari 2018, Perda Nomor 4 Tahun 2019 Sumut.
Kemendagri menyatakan tidak memiliki informasi soal potensi kandungan minyak dan gas bumi (migas) di empat pulau yang tengah diperebutkan oleh Pemerintah Provinsi Aceh dan Sumatera Utara. Safrizal Zakaria Ali mengatakan Tim Nasional Pembakuan Rupabumi hanya bekerja berdasarkan aspek spasial dan administrasi wilayah.
“Kami tidak tahu menahu bahwa ada potensi migas segala macam, tidak merupakan konsen dari tim pembakuan rupabumi karena betul-betul berdasarkan standar yang dibangun,” ujar Safrizal dalam konferensi pers di kantor Kemendagri, Rabu, 11 Juni 2025.
Menurut Safrizal, potensi migas tidak pernah masuk dalam konsideran penetapan status wilayah administrasi. Ia menegaskan, kewenangan perihal pertambangan dan eksplorasi sumber daya alam berada di tangan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. Kemendagri, kata dia, hanya bertugas memastikan wilayah administrasi darat dan pulau sesuai dengan undang-undang. ***