x

Alasan MK Pisah Sistem Pemilu Nasional Dengan Daerah lokal : Cegah Massifnya Pragmatisme Politik!

waktu baca 2 menit
Kamis, 26 Jun 2025 19:03 73 Gibran Negus

TODAYNEWS.ID – Mahkamah Konstitusi (MK) telah resmi memutuskan untuk memisahkan Pemilu nasional dengan Pemilu Daerah (lokal) mulai tahapan pelaksanaan pemilu 2029 yang akan datang.

Dalam pertimbangannya, Hakim MK Arif Hidayat menilai, bahwa pelaksanaan pemilu nasional yaitu pemilihan anggota DPR, DPD dan DPRD serta Presiden dan Wakil Presiden dengan Pemilu Daerah atau lokal yakni Pilkada dengan rentang waktu kurang dari 1 tahun, menimbulkan pragmatisme politik dari partai politik.

Ia menilai, jarak penyelenggaraan Pemilu nasional dengan Pemilu daerah atau lokal yang berkisar kurang dari 1 tahun juga telah berimplikasi terhadap minimnya kemampuan partai politik untuk mempersiapkan atau mencetak kader yang berkualitas untuk ikut dalam kontestasi Pemilu.

“Pemilu anggota DPR, anggota DPD, presiden/wakil presiden, dan anggota DPRD yang berada dalam rentang waktu kurang dari 1 (satu) tahun dengan pemilihan kepala daerah, juga berimplikasi pada partai politik, terutama berkaitan dengan kemampuan untuk mempersiapkan kader partai politik dalam kontestasi pemilihan umum,” kata Arif dalam keterangan tertulis, dikutip Kamis (26/6/2025).

“Akibatnya, partai politik mudah terjebak dalam pragmatisme dibanding keinginan menjaga idealisme dan ideologi partai politik,” sambung Arif.

Sebagai informasi, putusan terkait pemisahan pelaksanaan pemilu nasional dengan daerah atau lokal itu tertuang di putusan Nomor 135/PUU-XXII/2024 yang diajukan oleh Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem).

Adapun putusan itu diucapkan dalam agenda Sidang Pengucapan Putusan yang digelar pada Kamis (26/6/2025) di Ruang Sidang Pleno MK.

Di sisi lain, Arif menilai, dengan
dengan jadwal yang berdekatan, partai politik tidak memiliki waktu yang cukup untuk melakukan perekrutan calon anggota legislatif pada pemilu legislatif tiga level sekaligus.

Selain itu, Arif menyebut, bagi partai politik tertentu harus pula mempersiapkan kadernya untuk ber kontestasi dalam pemilihan umum presiden/wakil presiden.

Arif menegaskan, agenda yang
berdekatan tersebut diduga juga telah menyebabkan pelemahan pelembagaan partai politik yang pada titik tertentu partai politik telah menjadi tidak berdaya saat berhadapan dengan realitas politik dan kepentingan politik praktis.

Ia menambahkan, kondisi itulah yang kemudian menjadi catatan pertimbangan dari seluruh hakim konstitusi yang telah bersepakat memutuskan menghapus sistem pemilu serentak dan kemudian membagi menjadi dua sistem yaitu Pemilu nasional dan daerah atau lokal.

“Akibatnya, perekrutan untuk pencalonan jabatan-jabatan politik dalam pemilihan umum membuka lebar peluang yang didasarkan pada sifat transaksional, sehingga pemilihan umum jauh dari proses yang ideal dan demokratis,” ujar Arif.

“Sejumlah bentangan empirik tersebut di atas menunjukkan partai politik terpaksa merekrut calon berbasis popularitas hanya demi kepentingan elektoral,” tutup Arief. (GIB)

Post Views74 Total Count

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

    Pilkada & Pilpres

    INSTAGRAM

    10 hours ago
    10 hours ago
    1 day ago
    1 day ago

    LAINNYA
    x