x

Mediasi Deadlock, Kasus Indodax Dilimpahkan ke Divisi Pemeriksaan dan Pengawasan OJK

waktu baca 3 menit
Senin, 29 Des 2025 20:10 2 Dhanis Iswara

TODAYNEWS.ID – Pemerintah dan masyarakat dituntut mengantisipasi perubahan perdagangan digital di era digitalisasi yang terus mengalami perkembangan meski perlambatan ekonomi global tidak bisa dihindarkan.

Masyarakat harus ‘berevolusi’ secara cepat jika tidak ingin tertinggal jauh di era perdagangan digitalisasi ini. Utamanya dalam hal perkembangan transaksi non komoditas alias pasar kripto.

Tidak sedikit orang yang sukses memanfaatkan sistem transaksi keuangan dunia maya ini tapi tidak sedikit pula yang terjerembab dalam kehancuran karena salah dalam bertransaksi.

Jika kesalahan tersebut murni lantaran kurang berhati-hati dalam berinvestasi mungkin rasa penyesalan yang timbul. Namun, jika kehancuran itu datang lantaran faktor lain, siapa yang harus menanggungnya?

Sebagai pasar potensial, transaksi pasar kripto di tanah air tiap tahun mencapai triliunan, ini bukan uang yang sedikit. Artinya regulasi yang diciptakan harus dapat saling melindungi.

Untuk itu, pemerintah sudah selayaknya melindungi para trader dari kehancuran di era transaksi digitalisasi ini melalui jaminan perlindungan kebijakan-kebijakan yang relevan.

Untungnya pemerintah melalui Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melihat pasar perdagangan kripto dengan jeli dan cekatan. Hal ini dibuktikan dengan peraturan yang dibuat terus mengalami pembaharuan demi melindungi para trader.

Sebagai contoh yang sedang hangat diperbincangkan adalah konflik antara Indodax dengan konsumen pemilik aset kripto BotXcoin (BOTX) yang sedang ditangani oleh OJK.

Perselisihan berawal dari peristiwa peretasan sistem Indodax pada 11 September 2024, yang menyebabkan hilangnya sejumlah aset digital kripto termasuk sekitar 68 juta token BotX.

Hal ini diperkuat oleh postingan media sosial X dari perusahaan keamanan Web3, Cyvers Alerts bahwa sistem mereka telah mendeteksi sejumlah transaksi mencurigakan yang melibatkan dompet Indodax di berbagai jaringan.

Cyvers Alerts juga melaporkan bahwa mereka mendeteksi lebih dari 150 transaksi dengan total kerugian mencapai USD 18,2 juta, atau setara dengan Rp 280,3 miliar (dengan asumsi kurs Rp 15.402 per dolar AS).

“Alamat yang mencurigakan tersebut telah menampung USD 14,4 juta dan menukarkan token tersebut dengan Ether,” tulis Cyvers Alerts dalam cuitan mereka pada Rabu, 11 September 2024 silam.

Sebagai platform jual beli aset kripto terbesar di Indonesia, Indodax tentu saja melakukan penanganan super menghadapi serang cyber ini.

Bahkan CEO Indodax Oscar Darmawan menyakinkan kepada para trader bahwa semuanya akan baik-baik saja.

“Saldo aset kripto dan rupiah di akun Indodax tetap 100 persen aman. Kami telah mengambil langkah-langkah keamanan yang ketat untuk memastikan bahwa tidak ada dana member yang terpengaruh oleh serangan ini. Selain itu, seluruh proses pengecekan saldo dan aset telah diselesaikan, dan semuanya dalam kondisi aman,” tegas Oscar paska serangan hacker yang di duga berasal dari Korea Utara.

Meski perdagangan kemudian dibuka kembali. Namun, dampak pembukaan perdagangan di Indodax meninggalkan ‘luka’ bagi pemilik aset kripto utamanya token BotX.

Beberapa trader mengaku kehilangan token BotX yang dimiliki alias jumlahnya tidak sama dengan sebelum terjadi pembajakan. Adapula BotX nya yang tidak dapat diperjualbelikan lantaran aktivitasnya dihentikan (suspend).

Berjalanannya waktu, tepatnya Pada 20 November 2025, Indodax mulai melakukan konversi saldo BotX ke rupiah menggunakan harga internal sekitar Rp 342 per token kepada mereka yang terdampak paska serangan tersebut.

Di bagian inilah para konsumen alias trader BotX di Indodax mengadu kepada OJK sebagai pemilik kebijakan agar menegakkan aturan yang ada lantaran nilai konversi saldo tersebut dilakukan tanpa persetujuan pemilik akun atau dengan kata lain sepihak.

Meskipun sudah dimediasi pada 3 Desember 2025 oleh Direktorat Perlindungan Konsumen OJK namun tidak menemukan kesepakatan alias deadlock.

“Kami sudah mediasi awal Desember lalu, intinya jika memang tidak ditemukan kecocokan harga, kami mohon token BotX kami dikembalikan,” ujar perwakilan Developer BOTX Randi Setiadi, Senin (29/12/2025).

Di akhir mediasi OJK menyatakan bahwa kasus ini akan dilimpahkan ke Divisi Pengawasan untuk pemeriksaan lanjutan, ini membuka jalan bagi proses investigasi dengan dasar regulasi.

Timbul pertanyaan besar dimasyarakat, mampukah OJK menegakkan tujuan dari regulasi yang dibuatnya, melindungi konsumen dari potensi kerugian dan penipuan.

Pilkada & Pilpres

INSTAGRAM

5 hours ago
8 hours ago
1 day ago
1 day ago

LAINNYA
x
x