TODAYNEWS.ID – Ketua Komite III DPD RI Filep Wamafma, mengungkapkan bahwa banyaknya investasi yang ada di Tanah Papua, khususnya pada sektor perkebunan sawit selama ini belum memberikan dampak yang signifikan bagi kesejahteraan masyarakat.
“Sudah banyak perkebunan sawit yang beroperasi, tapi Papua hanya sebagai kebun. Hasilnya dikirim keluar lalu diolah di luar, akhirnya Papua tetap jadi konsumtif,” kata Filep, mengutip Selasa (23/12/2025).
Merespons keinginan Presiden Prabowo Subianto yang ingin agar Tanah Papua ditanami sawit, Filep mengatakan, bahwa Presiden seharusnya mendengar masukan dari sejumlah pihak yang mengerti tentang daerah Papua.
“Harusnya Presiden mendengar dari dewan adat, dewan gereja, MRP atau DPR, DPD dari Papua karena kepala daerah tentu memiliki asas kepatutan, mereka patuh,” ujarnya.
Lebih lanjut, senator asal Papua Barat itu menilai pemerintah perlu melakukan kajian secara mendalam sebelum merealisasikan rencana perluasan perkebunan kelapa sawit di Tanah Papua.
Kajian komprehensif yang dilakukan pemerintah lanjut dia, wajib mengakomodasi semua aspek, baik itu aspek lingkungan, sosial, budaya, serta aspek keberlanjutan kehidupan masyarakat adat setempat.
“Masyarakat adat Papua memandang hutan sebagai ibu, tempat berlindung, dan tempat memberikan kehidupan,” ucap Filep.
Menurutnya, investasi perusahan PT Freeport di Timika Papua Tengah maupun gas di Teluk Bintuni dan beberapa investasi lain seperti kelapa sawit, belum memberikan dampak.
“Investasi yang ada di Tanah Papua ini kan tidak memberikan kesejahteraan, baik Freeport, BP Tangguh maupun di sektor perkebunan,” kata Filep
Menurutnya, keinginan Prabowo untuk menanami tanah Papua dengan sawit terlalu terburu-buru tanpa memperhatikan dampak dari investasi pada sektor kehutanan agar tidak menimbulkan bencana alam seperti yang terjadi di Aceh, Sumatera Utara dan Sumatera Barat.
“Mungkin Pak Presiden Prabowo mendapat referensi kurang lengkap dari tim ahli soal rencana untuk menambah kebun sawit di Papua,” ucap Filep.
“Pemahaman adat itu berbeda dengan konteks pemerintah yang selalu memandang lahan tidur sebagai potensi investasi,” pungkasnya.