Ketua Komisi X DPR RI Kurniasih Mufidayati. Foto: IstimewaTODAYNEWS.ID – Wakil Ketua Komisi X DPR RI Kurniasih Mufidayati, menilai laporan mengenai 700 ribu anak putus sekolah di Tanah Papua sebagai alarm keras atas kegagalan sistemik yang selama ini terabaikan.
Kurniasih meminta agar laporan dari Menteri Dalam Negeri (Mendagri) yang bersumber dari Bupati Manokwari dapat ditindaklanjuti secara faktual untuk memastikan kesesuaian dengan kenyataan di lapangan.
“Mendengar angka 700 ribu anak-anak kita di Papua tidak bersekolah, hati saya sangat teriris. Mereka adalah pemilik masa depan bangsa, namun hak konstitusionalnya terabaikan. Kita harus segera memeriksa data yang valid dan melakukan langkah cepat penanganan,” ujar Kurniasih dalam keterangannya, Jumat (19/12/2025).
Menurut Kurniasih, adanya ketidaksinkronan data antara data Badan Pusat Statistik (BPS) dan perkembangan Dapodik serta data terbaru yang dilaporkan menjadi akar permasalahan.
“Masih terdapat disparitas signifikan pada Angka Partisipasi Murni (APM) antara wilayah perkotaan dan wilayah pegunungan di Papua,” ucapnya.
Kendala jaringan internet serta keterbatasan operator sekolah kerap membuat ribuan anak tidak terdaftar dalam sistem, sehingga kehilangan akses terhadap bantuan pendidikan seperti Kartu Indonesia Pintar (KIP).
“Harus ada validasi fisik di lapangan dengan melibatkan tokoh adat dan gereja. Kita membutuhkan data yang jujur agar intervensi anggaran benar-benar tepat sasaran,” ujarnya.
“Jangan sampai anggaran besar habis untuk urusan administrasi, sementara anak justru tidak bersekolah,” tambahnya menegaskan.
Lebih lanjut, legislator Fraksi PKS itu juga menyoroti tantangan geografis Papua sebagai faktor utama ketimpangan akses pendidikan.
Untuk itu, Ia menawarkan penguatan sekolah berpola asrama (boarding school) sebagai salah satu solusi untuk menjawab kondisi geografis yang ekstrem dan keterbatasan akses transportasi.
Selain itu, ia menekankan pentingnya jaminan keamanan dan kesejahteraan bagi para guru yang bertugas di wilayah rawan. Menurutnya, tidak mungkin menurunkan angka putus sekolah apabila tenaga pendidik masih merasa terancam dalam menjalankannya.
“Negara tidak boleh absen. Kita memiliki utang sejarah untuk memastikan anak-anak Papua mendapatkan kualitas pendidikan yang setara dengan anak-anak di Pulau Jawa. Pendidikan adalah kunci utama untuk mewujudkan perdamaian dan kesejahteraan yang berkelanjutan di Tanah Papua,” tutupnya.