Pertunjukkan seni tari Nyi Sumur Bandung di Gedung Mayang Sunda Kota Bandung. (Istimewa/todaynews.id) TODAYNEWS.IS – Kota Bandung terus menunjukkan taringnya dalam mengembangkan seni pertunjukan (performing arts) sebagai bagian dari penguatan identitas budaya kota.
Salah satunya melalui pagelaran “Dramatari Nyi Sumur Bandung 2.0” yang digelar di Padepokan Seni Mayang Sunda, Senin 1 Desember 2025 malam.
Nyi Sumur Bandung merupakan sebuah pagelaran drama tari yang diambil dari cerita pantun Nyi Sumur Bandung. Penulis naskah cerita ini oleh Ayo Sunaryo.
Wali Kota Bandung, Muhammad Farhan menyempatkan diri untuk menyaksikan pertunjukan “Dramatari Nyi Sumur Bandung 2.0”.
Ia menilai, Kota Bandung memiliki potensi besar untuk menjadi rumah bagi karya-karya koreografi berkualitas tinggi.
“Koreografi adalah bagian penting dalam seni pertunjukan, dan ini sangat dibutuhkan oleh Kota Bandung. Saya bermimpi suatu hari Bandung dikenal sebagai kota dengan karya koreografi terbaik di Indonesia, bahkan bisa menyaingi Batu Bulan di Gianyar, Bali,” ujar Farhan.
Ia juga menyampaikan apresiasi kepada Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kota Bandung yang telah menghadirkan pagelaran koreografi secara konsisten.
“Mimpi tidak akan terwujud tanpa kerja keras. Terima kasih kepada Disbudpar yang sudah menjawab tantangan untuk membuat event-event koreografi seperti ini,” tambahnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Bandung, Adi Junjunan menjelaskan, pertunjukan ini merupakan lanjutan dari pagelaran sebelumnya yang digelar pada 18 November di Teater Tertutup Dago Tea House.
“Kegiatan ini adalah upaya berkelanjutan untuk melestarikan kesenian pertunjukan tradisi sekaligus memperkuat ekosistem seni di Kota Bandung,” jelas Adi.
Pada penyelenggaraan kali ini, antusiasme masyarakat meningkat signifikan.
“Berdasarkan pendaftaran, ada sekitar 700 penonton malam ini. Terima kasih karena hujan tidak menghalangi masyarakat untuk tetap hadir. Mereka terdiri dari seniman, mahasiswa seni, pegiat budaya, dan masyarakat umum,” tuturnya.
Jumlah tersebut, lanjut Adi, meningkat hampir dua kali lipat dibandingkan pagelaran pertama yang dihadiri 350–400 orang.
Ia menjelaskan, produksi “Nyi Sumur Bandung 2.0” menghadapi tantangan artistik karena dipentaskan di panggung arena, berbeda dengan panggung konvensional seperti di Dago Tea House.
“Panggung arena menuntut tim kreatif mengeksplorasi berbagai sudut gerak, blocking, dan visual agar penonton dari segala arah dapat menikmati pertunjukan secara optimal. Ini membuat produksi lebih kompleks, tetapi menghasilkan pengalaman menonton yang lebih imersif,” katanya.
Adi menyatakan, keberhasilan pagelaran ini menunjukkan, karya drama tari lokal masih memiliki daya tarik kuat di masyarakat.
“Kerja keras tim kreatif dan para pelaku seni membuahkan pertunjukan yang lebih segar, dinamis, dan menarik. Kami berharap kegiatan ini menjadi agenda berkelanjutan untuk melestarikan seni tradisi Sunda dan memperkuat ekosistem seni pertunjukan di Kota Bandung,” harapnya.***