Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Chusnunia. Foto: IstimewaTODAYNEWS.ID – Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Chusnunia, mendesak pemerintah untuk segera melakukan penataan menyeluruh terhadap industri air minum dalam kemasan (AMDK).
Langkah ini menurutnya penting dilakukan menyusul banyaknya kasus warga yang kesulitan mengakses air bersih di sekitar lokasi penyedotan milik industri AMDK.
“Kita lihat, saat ini ada ratusan pabrik AMDK yang beroperasi di Indonesia. Jumlahnya besar dan bisa jadi akan terus bertambah. Jika tidak ada penataan, dampaknya terhadap lingkungan dan masyarakat akan semakin parah,” tegas Chusnunia di Jakarta, Selasa (11/11/2025).
“Ironisnya, banyak warga yang tinggal di sekitar sumber air justru kesulitan mendapatkan air bersih. Ini tidak bisa kita biarkan. Negara harus hadir,” tambahnya.
Jika mengacu data Kementerian Perindustrian, kata Chusnunia, terdapat 707 pabrik AMDK yang beroperasi di Indonesia. Sedangkan nilai ekspor industri air kemasan hingga Agustus 2025 mencapai 16,85 juta USD, dengan neraca perdagangan tahun 2024 sebesar 19,44 juta USD.
Dari total tersebut, sebanyak 54 persen pabrik berada di Pulau Jawa, sisanya tersebar di 36 provinsi lainnya.
“Angka ini menunjukkan dominasi eksploitasi air tanah di Pulau Jawa yang padat penduduk,” ucapnya.
Untuk itu, Chusnunia menekankan agar pemerintah dapat memastikan regulasi yang ketat untuk mengatur tata kelola sumber daya air sehingga persediaan air bagi masyarakat dapat terjamin.
“Negara harus memastikan ada regulasi yang ketat, agar eksploitasi sumber daya air tidak hanya menguntungkan segelintir pelaku industri, tetapi juga menjamin keberlanjutan dan keadilan bagi masyarakat luas,” pungkasnya.
Lebih lanjut, Chusnunia menegaskan, bahwa pengelolaan air seharusnya berlandaskan pada semangat Pasal 33 UUD 1945, yang menyatakan bahwa cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.
“Air adalah sumber kehidupan. Ia bukan sekadar komoditas ekonomi, tetapi hak dasar rakyat yang dijamin konstitusi. Ketika sumber air dikelola untuk kepentingan bisnis semata dan mengabaikan hak masyarakat di sekitar sumber air, maka negara telah gagal menjalankan amanat Pasal 33 UUD 1945,” tandasnya.