Anggota Komisi C DPRD Kota Semarang Dini Inayati. foto: Yunita/todaynews.idTODAYNEWS.ID – Anggota Komisi C DPRD Kota Semarang, Dini Inayati, menyoroti serius masalah banjir yang masih melanda berbagai lokasi di Kota Semarang.
Ia mengemukakan bahwa isu genangan air ini dipicu, salah satunya, oleh sistem drainase yang belum optimal dan berkurangnya daerah resapan air (catchment area). Menurut Dini, dua faktor ini adalah biang keladi munculnya genangan-genangan air baru, meskipun upaya pengurangan genangan lama di beberapa wilayah telah berhasil dilakukan.
“Kalau bicara tentang banjir itu benar ada istilah ‘genangan’, karena indikator kinerja utama urusan pekerjaan umum adalah luas genangan, tinggi genangan, dan lama genangan,” jelas Dini.
Ia mengakui bahwa upaya pemerintah, seperti pembangunan polder dan rekayasa teknis lainnya, telah mengurangi durasi genangan di Semarang Utara dan Semarang Timur. Namun, masalah drainase di sejumlah titik lain masih menjadi kendala. Dini menyoroti munculnya genangan di area yang sebelumnya tak terdampak, bahkan di wilayah tinggi seperti Tembalang, tempat tinggalnya.
“Saya tinggal di Tembalang kan dhuwur [‘tinggi’]. Nah, itu ada genangan kok. Ini (artinya) muncul genangan-genangan baru,” ujarnya.
Menyikapi hal ini, DPRD mendesak Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) untuk segera melakukan overlay (pencocokan) antara master plan drainase yang disusun sekitar tahun 2015–2016 dengan kondisi di lapangan saat ini, yang ditargetkan untuk tahun 2026.
“Nah, itu nanti kita lihat hasilnya persoalan drainase,” jelasnya.
Lebih lanjut, Dini menyoroti dampak besar dari air larian dari daerah atas yang volumenya terus membesar. Hal ini terjadi karena wilayah resapan air yang sangat minim (catchment area), menyebabkan air langsung mengalir deras ke dataran rendah dan membebani saluran-saluran yang sudah tersumbat sedimentasi.
“Karena kita ini sudah sangat minim catchment area ya, sudah sangat minim daerah-daerah resapan, maka dari wilayah atas karena Semarang ini pesisir, lebih bawah. Dari wilayah atas itu kan air larian jumlahnya semakin besar, yang mengkanal di sungai-sungai itu sudah terlalu membludak,” terang Dini.
Sebagai solusi jangka menengah, DPRD mendorong realisasi pembangunan sejumlah embung di titik-titik strategis. Embung ini diharapkan berfungsi ganda, yaitu untuk menampung air larian sekaligus menjebak sedimentasi (lumpur). Selain itu, perbaikan dan pelebaran saluran drainase juga menjadi prioritas, mengingat banyak saluran yang sudah overload, penuh sedimen, atau rusak.
“Sehingga memang di RPJPD (rencana pembangunan jangka panjang daerah) kita mendesain akan dibangun beberapa titik embung untuk menangkap air larian beserta sedimentasinya, beserta lumpur yang dibawa. Karena catchment-nya kan sudah tidak ada ya. Nah, itu kita akan membangun beberapa titik embung di wilayah-wilayah yang sudah dikaji secara teknis,” pungkasnya.