Presiden RI Prabowo Subianto dan Presiden ke-7 RI Jokowi. Foto: Istimewa TODAYNEWS.ID – Pengamat Politik Citra Institute, Efriza, menyarankan Presiden RI Prabowo Subianto untuk mulai melepaskan diri dari bayang-bayang pengaruh mantan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam menjalankan pemerintahannya.
Menurut Efriza, ada beberapa langkah strategis yang bisa ditempuh Prabowo agar tidak dicap publik sebagai presiden “boneka Jokowi” dalam memimpin Indonesia.
“Jika Prabowo ingin melepaskan bayang-bayang dari Jokowi maka pertama, Prabowo mesti mengurangi intensitas pertemuan dengan Jokowi,” kata Efriza kepada TODAYNEWS, Selasa (21/10/2025).
Ia menjelaskan, bila pertemuan tersebut terus berlangsung secara intens, publik akan menilai bahwa setiap keputusan pemerintahan Prabowo bergantung pada sikap Jokowi.
“Ketika Prabowo ke Solo, maka sifat pertemuannya mengesankan Presiden Prabowo sedang melaporkan kegiatannya, sedangkan saat Jokowi yang menemui Prabowo, maka terjadi adanya keputusan ataupun kebijakan yang disinyalir dipengaruhi oleh Jokowi,” urainya.
Langkah kedua, lanjut Efriza, Prabowo tidak perlu ragu melakukan reshuffle kabinet, terutama terhadap pejabat yang dianggap terlalu loyal kepada Jokowi jika kinerjanya kurang memuaskan.
Selain itu, Efriza menyarankan agar Prabowo menerapkan konsep “president club” secara realistis. Ia menilai, lebih baik Prabowo membangun hubungan aktif dengan ketiga mantan presiden lainnya secara seimbang ketimbang hanya sering bertemu Jokowi.
Efriza juga menekankan pentingnya Prabowo mendekatkan diri kepada masyarakat, bukan kepada Jokowi. Sebab, posisi Prabowo sebagai Presiden RI ke-8 diperoleh berkat pilihan rakyat, bukan karena “cawe-cawe” dari Jokowi.
“Keempat, Prabowo mesti mendekatkan dirinya dan pemerintahannya kepada masyarakat, karena keterpilihan Prabowo karena masyarakat bukan benar-benar karena ‘cawe-cawe’ Jokowi. Ini diperlukan untuk menumbuhkan kepercayaan diri Prabowo dan kemandiriannya,” bebernya.
Lebih lanjut, Efriza mengingatkan bahwa jika langkah-langkah tersebut tidak dilakukan, maka Prabowo akan terus berada di bawah bayang-bayang Jokowi. Hal itu dikhawatirkan memunculkan persepsi publik bahwa Prabowo hanyalah “presiden yang disetir Jokowi”.
“Jika tidak, Prabowo akan terus dipengaruhi oleh Jokowi, karena yang diuntungkan adalah Jokowi bukan Prabowo. Jokowi selalu dianggap masih punya pengaruh, sedangkan Prabowo dinilai presiden yang tidak mandiri bahkan asumsi presiden ‘boneka’ cenderung tetap melekat,” tuturnya.
Sebagai penutup, Efriza menyinggung pernyataan Prabowo pada Mei 2025 yang sempat membantah anggapan publik tersebut. Saat itu, Prabowo mengakui sering berkomunikasi dengan Jokowi, namun menegaskan bahwa “Jokowi tidak mempengaruhi dirinya dan ia bukan presiden boneka.”