TODAYNEWS.ID – Di tengah wacana pemerintah yang ingin menaikkan gaji ASN, TNI/Polri, hingga pejabat negara, terdapat ketimpangan yang dialami para guru honorer terkait masalah kesejahteraan.
Seperti diketahui kebijakan rencana kenaikan gaji ASN tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 79 Tahun 2025 tentang Pemutakhiran Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2025.
Fenomena gaji guru honorer yang hingga kini belum mendapatkan kesejahteraan mendapat sorotan dari pemerhati pendidikan.
Pengamat Pendidikan Ina Liem, mengatakan bahwa akar masalah utama banyaknya guru honorer yang berpenghasilan rendah lantaran adanya masalah dalam proses rekrutmen di lapangan.
“Akar masalahnya karena rekrutmen guru tidak berbasis data kebutuhan riil di lapangan. Banyak daerah mengangkat honorer tanpa pemetaan jumlah murid, rombel, dan distribusi guru,” kata Ina kepada TODAYNEWS, Rabu (24/9/2025).
Oleh sebab itu, para guru honorer ini tidak bisa mendapatkan upah kerja yang sama seperti layaknya guru-guru berstatus ASN. “Status honorer juga membuat mereka digaji bukan dari APBN langsung seperti ASN,” ucapnya.
Lebih lanjut, rendahnya tingkat kesejahteraan yang didapatkan para guru honorer juga karena adanya ketidaktransparan penggunaan anggara.
“Anggaran untuk ini seringkali tidak transparan. Ditambah lagi, politik anggaran lebih sering diarahkan ke proyek fisik atau program populis, bukan ke kesejahteraan guru,” ungkapnya.
“Akibatnya, ribuan guru terjebak dalam sistem yang tidak adil, meski beban kerjanya sama dengan guru ASN,” demikian Ina.
Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi X DPR RI Lalu Hadrian Irfani mendesak pemerintah untuk menaikkan gaji guru honorer sehingga tidak ada lagi guru honorer yang menerima gaji sebesar Rp300 per bulan.
“Guru honorer memiliki peran yang sangat penting dalam memajukan pendidikan, tetapi kesejahteraan mereka kurang diperhatikan. Maka, sudah seharusnya pemerintahan menaikkan gaji mereka,” kata Lalu kepada wartawan di Jakarta, Senin (22/9/2025).
Baru-baru ini para guru dan tenaga pendidik honorer di Kabupaten Tasikmalaya melakukan aksi mogok massal untuk merespons surat edaran Bupati Tasikmalaya yang dinilai tidak berpihak kepada guru dan tenaga honorer.
“Kami seluruh guru dan tenaga pendidikan honorer di Kabupaten Tasikmalaya mogok massal sekarang. Kami nggak ngajar, seluruh honorer menyikapi edaran pemerintah,” kata Wakil Kordinator Forum Honorer Guru dan Tenaga Kependidikan (FHGTK) Cikatomas, Asep Helmi, Rabu (13/8) lalu.
Menurut Helmi, salah satu poin dalam surat edaran menyoal tentang tenaga honorer tidak akan menuntut jadi ASN atau PPPK. Padahal banyak guru dan tenaga pendidik honorer yang telah mengabdi belasan tahun dengan pendapatan yang sangat minim.
“Kalau masalah honor jauh dari harapan apalagi kejelasan karir. Kami masih gini-gini saja walau ada kebijakan diberikan SK paruh waktu, tapi tidak minta diangkat jadi ASN atau PPPK. Upah juga sama kaya honorer, buat apa coba?” ungkap Asep.
Sementara itu, berdasarkan data Institute for Demographic and Poverty Studies (IDEAS) menunjukkan sekitar 74% guru honorer masih digaji di bawah Upah Minimum Kota/Kabupaten. Lebih parah lagi, 20,5% di antaranya hanya menerima 500 ribu rupiah per bulan.
Bahkan 89% guru mengaku penghasilan mereka belum cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup. Kontras ini memperlihatkan disonansi: guru dipercaya dan dihormati, tetapi tidak sejahtera.
Sebagaimana diketahui, pemerintah telah melakukan upaya untuk membantu kesejahteraan guru honorer atau non-ASN dengan menyalurkan insentif secara bertahap, mulai Agustus hingga September 2025.
Pada tahun 2025 ini, insentif yang disalurkan sebanyak 341.248 guru dari berbagai jenjang pendidikan telah ditetapkan sebagai penerima insentif, jauh lebih banyak dibandingkan tahun sebelumnya yang hanya mencakup sekitar 67 ribu guru.
Namun, terdapat perubahan penting terkait besaran insentif yang diterima. Jika tahun lalu guru menerima Rp3,6 juta per tahun yang dibayarkan per semester, tahun ini besaran bantuan ditetapkan menjadi Rp2,1 juta per tahun dan akan disalurkan sekaligus dalam satu tahap.
Tidak ada komentar