Lolly mengatakan, Bali sejak dulu punya perhatian serius merawat pengetahuan dan kesakralan. Bali punya tradisi kuat cara menyelesaikan konflik, cara memilih tokoh adat, pemimpin adat, termasuk pemimpin pemerintahannya.
“Itu sesuai dengan konteks demokrasi yang tidak boleh tercabut dari budaya lokal,” kata dia.
Lolly menyampaikan upaya para srikandi-srikandi pengawas pemilu menuliskan pengalaman kisah-kisah ini tidak tercabut dari motto umat Hindu.
Motto yang dimaksud, kata dia, adalah seseorang dikenal dari hasil perbuatannya, perkataannya, dan pikirannya.
“Dengan tiga hal tersebut orang akan mengetahui kepribadian diri. Ini ada di Sarasamuscaya 77. Buku ini bicara soal apa yang dikatakan, dilakukan dan apa yang dipikirkan,” terang dia.
Koordinator Divisi Partisipasi dan Hubungan Masyarakat Bawaslu mengapresiasi para penulis karena hanya orang terpilih yang bisa menyelesaikan tulisannya.
“Mereka yang tergabung sebagai penulis mampu menundukkan tantangan yang berlapis dan berkali-kali lipat lebih berat karena buku ini lahir di masa tahapan yang beririsan. Mari kita beri apresiasi kepada para penulis,” tuturnya.
Lolly menambahkan, semua memiliki peran sebagai pelaku sejarah. Dia mengajak para peserta untuk menulis menyesuaikan peran tersebut dan secara resmi membuka acara.
“Sebagai pelaku sejarah, cerita sekecil apapun yang ditulis menjadi penting untuk diketahui orang lain juga menjadi upaya untuk mewariskan tradisi untuk tidak pernah jenuh, takut, dan lelah menuliskan cerita sekecil apapun itu,” kata dia.
“Mari menulis karena dengan menulis kita bekerja untuk keabadian,” pungkasn dia.
Tidak ada komentar