x

136 Titik Penumpukan Sampah di Bandung Sudah Tertangani

waktu baca 3 menit
Selasa, 26 Agu 2025 16:49 38 Asep Awaludin

TODAYNEWS.ID – Wakil Wali Kota Bandung, Erwin, menegaskan bahwa meskipun persoalan sampah kini tidak lagi menempati peringkat pertama masalah utama di Kota Bandung, isu ini tetap menjadi fokus penanganan serius Pemerintah Kota.

Saat ini, tantangan utama yang dihadapi Bandung meliputi kemacetan, pengangguran, serta pengolahan sampah.

“Dulu masalah nomor satu di Bandung adalah sampah. Sekarang turun ke peringkat tiga, tapi tetap menjadi prioritas. Saat ini masalah utama meliputi kemacetan, pengangguran, dan pengolahan sampah,” ujar Erwin di Balai Kota Bandung.

Menurut data Pemkot Bandung, volume sampah yang dihasilkan warga mencapai 1.496,3 ton per hari. Dari jumlah tersebut, sekitar 1.000 ton masih dibuang ke TPA Sarimukti, sementara 496,3 ton sudah diolah melalui berbagai metode. Di antaranya:

– Insinerator (teknologi Motah yang mampu mengolah 8–16 ton sampah per hari),

– Kawasan Bebas Sampah (KBS),

– Bank Sampah,

– Program Reduce to Fertilizer (RTF) di sejumlah RW,

– Budidaya Maggot, dan

– Pengomposan mandiri.

“Alhamdulillah, 136 titik penumpukan sampah di Bandung sudah tuntas ditangani. Kini fokusnya tinggal mengoptimalkan pengolahan di TPS,” jelas Erwin.

Pemkot Bandung menjalankan strategi tiga tahap dalam pengelolaan sampah, yaitu:

1. Penanganan: memastikan sampah tidak lagi menumpuk di jalanan.

2. Pemulihan: memulihkan kondisi lingkungan di sekitar TPS.

3. Penormalan: menjaga keberlanjutan sistem pengelolaan sampah agar tidak terjadi krisis kembali.

Saat ini, terdapat 7–9 unit insinerator yang sudah beroperasi di Bandung. Beberapa di antaranya hasil kerja sama dengan swasta, pengadaan APBD, hingga bantuan dari TNI. Pemkot juga tengah menyiapkan tambahan 84 unit insinerator di kawasan Bandung Raya dengan proyeksi anggaran sekitar Rp117 miliar.

Selain itu, pemerintah pusat bersama Pemkot Bandung dan Pemprov Jawa Barat sedang menyiapkan transisi ke teknologi Refuse Derived Fuel (RDF). Sampah yang diolah menjadi RDF akan digunakan sebagai bahan bakar alternatif untuk pabrik semen di Sukabumi.

“RDF ini program langsung dari Presiden. Bandung akan menjadi bagian dari pilot project tersebut,” tegas Erwin.

Dalam pembiayaan, Pemkot Bandung membuka opsi Public Private Partnership (PKS) dengan skema tipping fee Rp350.000 per ton. Namun, sebagian mesin juga dibeli dengan dana APBD.

Selain itu, Pemkot meluncurkan Program Prakarsa yang mengalokasikan Rp200 juta per RW yang sudah menjadi Kawasan Bebas Sampah (KBS) dan Rp100 juta untuk RW yang baru memulai. Dana tersebut dapat digunakan untuk berbagai program pengelolaan sampah sesuai kebutuhan wilayah.

“Saya berharap tahun 2026 semua RW di Bandung sudah menjadi Kawasan Bebas Sampah. Target tahun ini saja minimal 700 RW sudah menerapkan KBS,” kata Erwin.

Seluruh pengoperasian insinerator di Bandung tunduk pada regulasi Permen LHK No. 70/2016 tentang baku mutu emisi, serta PP No. 22/2021 tentang kualitas udara ambien. Insinerator Motah dipilih karena telah memenuhi standar uji emisi, uji sedimen, dan sertifikasi RSNI.

“Insinerator Motah sudah teruji secara laboratorium, bahkan abu pembakarannya bisa dimanfaatkan untuk bahan paving block atau campuran semen,” jelas Erwin.

Untuk memastikan keamanan, Pemkot Bandung juga akan memasang sensor emisi gas buang di seluruh unit insinerator. Targetnya, pemasangan selesai pada akhir 2025.

Erwin menekankan pentingnya pengelolaan sampah di tingkat hulu. Ia berharap seluruh RW di Bandung dapat mengelola sampah secara mandiri, baik melalui bank sampah, maggotisasi, kompos, maupun RDF.

“Harapan saya, ke depan pengelolaan sampah bisa selesai di tingkat RW. Jadi masyarakat tidak lagi bergantung pada TPA. Bahkan pengangkut sampah nantinya akan digaji APBD, bukan dari iuran warga, supaya lebih layak,” tuturnya. ***

Post Views39 Total Count

Pilkada & Pilpres

INSTAGRAM

18 hours ago
18 hours ago
1 day ago
1 day ago

LAINNYA
x
x