TODAYNEWS.ID – Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa memberikan tanggapan singkat terkait rencana demonstrasi bertajuk Posko Rakyat Jawa Timur Menggugat yang dijadwalkan berlangsung pada 3 September 2025.
Saat ditemui usai kunjungan kerja di Pasar Soponyono, Surabaya, Senin (25/8), Khofifah menegaskan dirinya lebih memilih untuk tetap fokus pada tugas pemerintahan. Ia enggan merespons lebih jauh soal aksi tersebut.
“Sudahlah, aku kerja. Aku fokus kerja,” ucap Khofifah singkat.
Sementara itu, M. Sholeh, inisiator aksi sekaligus pengacara yang dikenal aktif mengkritisi kebijakan pemerintah daerah, mengungkapkan bahwa pihaknya telah mendirikan posko aksi di kawasan Taman Apsari, tepat di depan Gedung Negara Grahadi, sejak 19 Agustus.
Posko tersebut disebut mulai menerima dukungan logistik dari masyarakat, termasuk air mineral dan sejumlah uang tunai. Namun pada 25 Agustus dini hari, sekitar pukul 04.00 WIB, posko itu mengalami insiden tak terduga.
Menurut Sholeh, puluhan orang yang tak dikenal mendatangi lokasi menggunakan sepeda motor dan mobil. Mereka mengenakan helm serta penutup wajah, sehingga sulit dikenali identitasnya.
“Mereka datang sekitar 50 sampai 70 orang. Mengenakan helm, hanya bagian mata yang terlihat seperti ninja,” ujar Sholeh.
Ia mengklaim bahwa kelompok tersebut merusak fasilitas posko, merobohkan tenda, serta membawa lari berbagai barang donasi yang telah terkumpul.
“Sekitar 50 dus air mineral, roti, dan uang donasi diambil. Dua relawan kami sempat ingin merekam, tapi dicegah. Mereka tidak diperbolehkan mengambil video hingga para pelaku pergi,” jelasnya.
Meski terjadi intimidasi, Sholeh menegaskan bahwa rencana demonstrasi tetap akan berjalan sesuai rencana. Ia menyatakan pihaknya tidak gentar dan akan terus menyuarakan tuntutan masyarakat.
Ada tiga poin utama yang menjadi dasar aksi ini. Pertama, meminta Pemprov Jatim menghapuskan pajak dan tunggakan kendaraan bermotor sebagaimana kebijakan serupa yang diberlakukan di Jawa Barat.
Kedua, mendesak pengusutan tuntas dugaan korupsi dana hibah Pemerintah Provinsi Jawa Timur yang nilainya mencapai triliunan rupiah dan diduga menyeret nama pejabat tinggi daerah.
Ketiga, meminta dihapusnya praktik pungutan liar di SMA dan SMK negeri di seluruh wilayah Jawa Timur.