TODAYNEWS.ID – Pakar Hukum Tindak Pidana dan Pencucian Uang (TPPU), Yenti Garnasih menyebut, kasus dugaan korupsi tambahan kuota haji tahun 2024 sebagai tamparan untuk Kementerian Agama (Kemenag).
“Sangat memalukan (penyelengaraan ibadah haji) Kementerian Agama,” kata Yenti saat dihubungi TODAYNEWS, Sabtu (9/8/2025).
Menurut Yenti di awal kasus korupsi pengelolaan kuota haji ini muncul ke permukaan, mantan Menag Yaqut Cholil Qoumas seperti menghilang ketika KPK tengah melakukan penyelidikan.
“Kalau nggak salah kan mantan Menag ini juga seperti disappear (menghilang) ya di awal,” katanya.
Yenti mengatakan bahwa terdapat indikasi dugaan korupsi di mana tambahan kuota reguler menjadi kuota haji khusus.
“Ada indikasi korupsi kuota haji tambahan untuk reguler tapi jadi khusus,” jelasnya.
Selain itu, Yenti juga mengkritik kinerja KPK yang tidak segera melakukan pemanggilan terhadap mantan Menag Yaqut Cholil Qoumas.
“KPK juga sama saja, seharusnya mantan Menag ini dipanggil sejak Agustus atau September 2024,” ujarnya.
Kendati demikian, Yenti mendesak KPK untuk mengusut tuntas kasus korupsi tersebut dan menyelidiki pihak-pihak yang diuntungkan dalam kasus itu.
“Dan tentu ada yang sangat diuntungkan langkah atau tindakan korupsi ini, tentu juga harus diselidiki TPPU agar lebih cepat terungkap,” pungkasnya.
Seperti diketahui, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan perkembangan terbaru terkait kasus dugaan korupsi kuota haji 2024.
KPK menyebut ada kejanggalan terkait dengan tambahan 20 ribu kuota jemaah haji pada 2024 lalu.
Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur menjelaskan, berdasarkan aturan perundang-perundangan pembagian kuota haji sebesar 92 persen merupakan haji reguler dan 8 persennya untuk haji khusus.
Berdasarkan aturan tersebut, maka tambahan 20 ribu kuota haji itu rinciannya yakni 18.400 untuk haji reguler dan 1.600 untuk haji khusus. Dia mengatakan, tambahan 20 ribu kuota haji hasil dari pertemuan antara Presiden Joko Widodo dengan pemerintah Arab Saudi kala itu.
Sebab, waktu tunggu untuk haji reguler bisa mencapai 15 tahun lamanya. Maka dari itu, pemerintah Indonesia meminta kuota tambahan ke pemerintah Arab Saudi. Hal itu dilakukan agar memperpendek waktu tunggu haji reguler.
“Jadi seharusnya yang 20 ribu ini karena alasannya adalah untuk memperpendek jarak tunggu atau memperpendek waktu tunggu haji reguler,” katanya kepada wartawan dikutip Sabtu (9/8/2025).
Dia mengatakan, seharusnya penambahan 20 ribu kuota haji diperuntukkan untuk haji reguler. “Bukan alasan untuk meminta untuk tambahan kuota haji khusus,” jelasnya.
KPK sebelumnya menyebut adanya ketidaksesuaian terkait penambahan 20 ribu kuota haji pada tahun 2024 lalu. Bahkan, kata dia, KPK mendapati perbuatan melawan hukum terkait dengan pembagian kuota haji tambahan ini.
“Tetapi kemudian, ini tidak sesuai, itu yang menjadi perbuatan melawan hukumnya, itu tidak sesuai aturan itu, tapi dibagi dua, 10 ribu untuk reguler, 10 ribu lagi untuk kuota khusus,” katanya pada Rabu (6/8/2025).
Dalam kasus ini, KPK telah memanggil sejumlah saksi yakni mantan Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas, Kepala Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH), Fadlul Imansyah, dan pendakwah Khalid Basalamah.
Tidak ada komentar