TODAYNEWS.ID – Anggota Komisi II DPR RI, Fraksi PKB Muhammad Khozin menilai, putusan MK yang telah memisahkan Pemilu nasional dan Pemilu daerah dianggap telah membatasi nilai keserentakan dan menunjukan sisi paradoks.
Dalam keterangannya, sosok yang akrab disapa Khozin itu menyebut keputusan itu membatasi model keserentakan yang sebelumnya MK telah memberikan 6 alternatif pilihan.
“Putusan MK Nomor 55/PUU-XVII/2019 yang diucapkan pada 26 Februari 2020, MK telah memberi enam opsi keserentakan pemilu. Tapi putusan MK yang baru justru membatasi, ini paradoks,” ungkap Khozin, Jumat (27/6/2025).
Di sisi lain, Khozin menyayangkan keputusan MK yang justru malah memutuskan pemisahan tahapan pemilu menjadi dua skema yakni Pemilu nasional dan daerah atau lokal.
Menurut Khozin, semestinya MK harus konsisten dengan putusan sebelumnya yang memberi pilihan ke pembentuk undang-undang (UU) dalam merumuskan model keserentakan dalam UU Pemilu.
Khozin menuturkan, keputusan MK soal model dua skema pemilu itu ditengarai telah lompat pagar dari kewenangan DPR sebagai lembaga pembentuk undang-undang.
“Bahwa UU Pemilu belum diubah pasca putusan 55/PUU-XVII/2019 tidak lantas menjadi alasan bagi MK untuk “lompat pagar” atas kewenangan DPR,” ungkap Khozin.
Ia menambahkan, dengan begitu putusan MK nomor 135 tersebut ditenggarai justru tidak selaras dengan putusan nomor 55 yang sebelumnya telah mengamanatkan
pembentuk undang-undang untuk menentukan 6 opsi pelaksanaan pemilu.
“Jadi urusan pilihan soal model keserentakan pemilu merupakan domain pembentuk UU,” tandas Khozin. (GIB)