TODAYNEWS.ID – Ketua Umum Kongres Aksi Serikat Buruh Indonesia (KASBI) Sunarno merespons pernyataan Presiden Republik Indonesia (RI) Prabowo Subianto yang berencana menghapus sistem outsourcing di Indonesia.
Dalam keterangannya, sosok yang akrab disapa Sunar itu menyebut bahwa pihaknya bersama serikat buruh lainnya memang sudah lama mendesak pemerintah menghapus sistem outsourcing karena merugikan pekerja.
Ia menilai, bahwa penghapusan sistem outsourcing akan menjadi tantangan tersendiri bagi Presiden Prabowo. Sebab, sistem ini juga telah merambah bukan hanya pada sektor swasta melainkan sudah masuk dalam perusahaan negara seperti di BUMN maupun BUMD.
Okeh karena itu Sunar juga meminta Presiden Prabowo untuk menepati janjinya agar segera realisasikan penghapusan sistem outsourcing demi meningkatkan daya beli para buruh yang merupakan mayoritas dari penduduk Indonesia.
“Sejak awal pembentukan KASBI kami menentang keras adanya sistem outsourcing, terutama di perusahaan negara, BUMN, BUMD, dan juga bahkan kantor-kantor pemerintahan dan perbankan, hingga akhirnya menyebar ke industri-industri lainya,” tegas Sunar kepada TODAYNEWS, Senin (5/5/2025).
Di sisi lain, Sunar mengatakan bahwa dengan berlakunya sistem outsourcing di Indonesia telah menyebabkan cukup massifnya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) akibat minimnya kepastian hukum melindungi kaum buruh.
Selain itu, ia meminta, Presiden Prabowo agar melakukan kajian lebih dulu secara mendalam yang melibatkan para pimpinan buruh, akademisi dan pengusaha dengan harapan kebijakan yang lahir tidak hanya membicarakan sebatas hal yang mendasar saja.
“Soal penghapusan Outsourcing kalau Presiden serius dan segera memberlakukan itu berarti bagus, karena itu sudah menjadi tuntutan basis-basis KASBI sejak tahun 2002 yg malah dilegalkan melalui UUK 13/2003,” terang Sunar.
Sunar menambahkan kondisi saat ini merupakan momen yang sangat tepat bagi pemerintah Indonesia untuk membenahi aturan-aturan yang berkaitan dengan jaminan perlindungan dan kesejahteraan para pekerja ditengah badai krisis ekonomi dunia.
“Buruh selama ini tidak memiliki posisi bargaining dihadapan para pengusaha, buruh sulit berserikat, mudah di PHK dan sangat rentan terhadap pelanggaran hak-hak normatifnya,” tandas Sunar.