TODAYNEWS.ID – Ketua Komisi II DPR RI, Muhammad Rifqinizamy Karsayuda mendesak pihak KPU RI segera melakukan audit internal terhadap kasus dugaan korupsi penyalahgunaan anggaran Pilkada serentak 2024 berkisar sebesar Rp 33 miliar yang ditengarai menjadi penyebab pembakaran kantor KPU Kabupaten Buru.
Dalam keteranganya, sosok yang akrab disapa Rifqi itu meminta pimlinan KPU RI untuk mengambil langkah tegas dengan mengggelar audit internal untuk mengungkap tabir terkait dugaan korupsi yang terjadi di KPU Kabupaten Buru.
Ia menilai, aksi pembakaran kantor KPU Kabupaten Buru yang diduga sebagai strategi menghilangkan berkas atau barang bukti adalah perbuatan melanggar hukum yang patut ditindak dengan tegas.
Rifqi menilai, proses audit internal itu sangatlah diperlukan dalam rangka untuk menggali motif lain dalam kasus pembakaran kantor KPU Kabupaten Buru yang diduga diperintahkan langsung Bendahara KPU Buru.
“Jika benar penggunaan dana keuangannya disalahgunakan, maka selain proses hukum yang harus berjalan, Komisi II DPR RI akan meminta kepada KPU RI melalui kesekjenan KPU RI dan Irjen KPU RI untuk melakukan audit di internal,” tegas Rifqi, dikutip Senin (21/4/2025).
Di sisi lain, Rifqi juga mendesak Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk segera melaksanakan audit investigatif kepada pimpinan dan anggota seluruh lembaga yang berkaitan dengan pelaksanaan Pemilu dan Pilkada serentak 2024.
Hal itu harus dilakukan menurut Rifqi sebagai bentuk komitmen pemerintah dalam rangka untuk memberantas perbuatan budaya korupsi yang telah dilakukan oleh para oknum pejabat negara yang menyengsarakan rakyat.
Ia menyebut, kegiatan audit secara investigatif BPK mengenai berkas dokumen penggunaan anggaran Pemilu dan Pilkada serentak 2024 tersebut akan sangat membantu komitmen pemerintahan Presiden Prabowo Subianto memberantas budaya korupsi.
“Sekaligus meminta ke auditor negara dalam hal ini BPK untuk kemudian melakukan audit investigatif, bukan hanya terhadap KPU Buru tetapi terhadap seluruh penggunaan dana pemilu, pemilu legislatif, pemilu presiden, terutama pemilu kepala daerah dan wakil kepala daerah yang menggunakan dana hibah dari provinsi/kabupaten/kota,” ungkap Rifqi.
Selain itu, Rifqi melihat apabila penggunaan anggaran kepemiluan terbukti bermasalah maka perlu adanya agenda evaluasi mendalam dengan melibatkan seluruh pihak stakeholder mulai dari pemerintah pusat, legislatif hingga yudikatif.
Ia menambahkan, agenda evaluasi itu penting dilakukan terlebih saat ini DPR juga sedang menggodok aturan rancangan Undang-Undang Omnibus law Politik yang nantinya akan membahas poin-poin soal kebijakan politik termasuk terkait Undang-Undang Pemilu.
“jika memang pengelolaan tata keuangan kepemiluan kita telah bermasalah, ini akan menjadi bahan penting, bukan hanya bagi evaluasi kepemiluan, tetapi juga untuk penyusunan sejumlah paket kebijakan terhadap revisi sejumlah paket UU politik yang di dalamnya ada revisi terhadap UU Pemilu kita ke depan,” tandas Rifqi. (GIB)