TODAYNEWS.ID – Pekan ini kabar Komisi I DPR RI dan pemerintah yang kebut pembahasan Revisi Undang-Undang (RUU) Nomor 34 tentang TNI, ramai dan menuai kritik dari sejumlah elemen masyarakat.
Berdasarkan informasi yang beredar, terdapat sejumlah pasal yang disinyalir bakal direvisi di Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI.
Adapun pasal- pasal itu dianggap telah memberikan kewenangan baru kepada TNI untuk mengisi jabatan sipil serta telah membangkitkan kembali dwifungsi TNI.
Sebagai informasi, YLBHI dalam rilisnya menduga pemerintah dan DPR RI saat ini tengah berupaya untuk memberikan karpet merah kepada TNI untuk masuk ranah sipil.
Menurut YLBHI, hal tersebut melanggar amanat konstitusi dan mencederai perjuangan gerakan reformasi.
“YLBHI menduga munculnya gagasan Revisi UU TNI adalah upaya panjang penguatan kembalinya dwi fungsi ABRI dimana tentara menjadi aktor politik dan bisnis pasca Reformasi,” demikian dikutip dari keterangan resmi YLBHI, Selasa (18/3/2025).
Di sisi lain, aksi Koalisi Masyarakat Sipil yang mengkritik pembahasan Revisi UU TNI lantaran dilakukan secara tertutup.
“Kami menuntut agar proses pembahasan RUU TNI ini dihentikan karena tidak sesuai dengan proses legislasi, ini diadakan tertutup bapak-ibu,” teriak Wakil Koordinator Kontras, Andrie Yunus.
Meski begitu, Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco mengklaim bahwa kegiatan rapat tersebut sesuai dengan konstitusi dan tata tertib DPR.
“Jadi tidak ada rapat dilakukan diam-diam karena rapat yang dilakukan itu adalah rapat terbuka dan kalau dilihat di agenda rapatnya itu terbuka,” kata Dasco.
Sebelumnya, Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal Maruli Simanjuntak memastikan Revisi UU TNI tidak akan mengembalikan dwifungsi ABRI.
“Jadi tidak usah ramai bikin ribut di media, ini itu lah, Orde Baru lah, tentara dibilang hanya bisa membunuh dan dibunuh. Menurut saya, otak-otak (pemikiran) seperti ini, kampungan menurut saya,” ujar Maruli lewat keterangan tertulis, Kamis (13/3/2024).
Berdasarkan informasi yang telah beredar di masyarakat, setidaknya terdapat empat pasal di dalam RUU TNI yang dianggap kontroversial.
Berdasarkan salinan hasil naskah yang dibahas di rapat Komisi I DPR Sabtu pekan lalu, pemerintah mengusulkan penambahan tugas TNI di luar perang yang dari awalnya berjumlah 14 menjadi 17.
Dalam RUU TNI, pemerintah dan DPR menambah tiga tugas baru terhadap TNI aktif yakni untuk membantu dan menanggulangi ancaman siber.
Kedua, TNI diberikan kewenangan untuk membantu dan menyelamatkan WNI dan kepentingan nasional di luar negeri.
Adapun pada pasal ini, TNI juga telah diberikan kewenangan baru yakni membantu kepolisan untuk menangani kasus penyalahgunaan narkotika.
Pada pasal ini, pemerintah pusat dan DPR juga mengusulkan penambahan posisi sipil yang bisa diduduki TNI dari 10 menjadi 16.
Posisi sipil itu meliputi peran TNI aktif untuk menjabat atau mengisi peran sebagai pengamanan laut (Bakamla), penanganan bencana (BNPB), penanganan terorisme (BNPT), kelautan dan perikanan, Kejaksaan Agung, dan pengelolaan perbatasan (BNPP).
“Prajurit yang menduduki jabatan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan atas permintaan kementerian/lembaga serta tunduk pada ketentuan administrasi yang berlaku dalam lingkungan kementerian dan lembaga,” bunyi ayat 3.
Di sisi lain, dalam aturan RUU TNI itu telah memberikan kewenangan baru terhadap prajurit aktif dapat menduduki jabatan sipil lain usai mundur dari dinas keprajuritan.
Sementara pada pasal ini, DPR dan pemerintah telah mengusulkan mengubah batas usia pensiun berdasarkan pangkat yang dibagi menjadi dua klaster yakni untuk kategori perwira pensiun usia 58 tahun dan Tamtama dan Bintara 53 tahun.
Selain itu, dalam pasal ini juga telah mengatur kembali batas usia pensiun berdasarkan pangkat.
Batas usia pensiun prajurit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan ketentuan sebagai berikut:
Adapun terdapat juga beberapa pengecualian lain terkait batas usia pensiun kedinasan.
Pertama, khusus prajurit yang menduduki jabatan fungsional diatur untuk dapat melaksanakan masa dinas keprajuritan yang ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan.
Selanjutnya, bagi perwira tinggi bintang 4 (empat) atau Jenderal, pemerintah telah mengusulkan batas usia pensiun paling tinggi, yakni umur 63 tahun dan dapat diperpanjang maksimal dua tahun sesuai kebutuhan dan ditetapkan dengan keputusan Presiden. (GIB)