JAKARTA, todaynews.id – Komisi XII DPR RI, membuka opsi untuk merevisi Undang-Undang Nomor 22 Gabun 2021 tentang Minyak dan Gas (UU Migas).
Adapun opsi itu dibuka oleh DPR imbas mencuatnya kasus dugaan korupsi soal BBM Pertamax oplosan yang menyeret Direktur Utama (Dirut) Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan menjadi tersangka.
Diketahui kasus itu mencuat usai Kejaksaan Agung (Kejagung) RI telah berhasil mengungkap adanya upaya pengoplosan BBM Pertalite RON 90 menjadi Pertamax dengan RON 92 terkait tata kelola minyak mentah.
Menyikapi hal itu, Wakil Ketua Komisi XII Bambang Haryadi mengatakan, pihaknya membuka opsi untuk merevisi UU Migas untuk memperketat pengawasan tata kelola minyak mentah atau Bahan Bakar Minyak (BBM).
“Menurut kita, bersama-sama saya dengan teman-teman Komisi XII, sudah saatnya memang Undang-undang Migas itu harus dilakukan revisi,” ujar Bambang Kamis (27/2/2025).
Bambang menilai, opsi untuk revisi UU Migas itu sangatlah diperlukan dalam rangka untuk memperkuat regulasi soal pengawasan tata kelola BBM sehingga memperkecil celah penyalahgunaan penyaluran BBM di Indonesia.
Selain itu, Bambang mengatakan, revisi UU Migas itu juga sebagai langkah evaluasi yang dilakukan DPR dengan harapan kedepan tak ditemukan lagi kasus BBM yang di oplos atau Pertamax oplosan.
“Jadi kita mendorong habis kejadian ini biar di situ terang, siapa penanggung jawab pengawasan, siapa penanggung jawab hulu, penanggung jawab hilir. Biar clear,” tegas Bambang.
“Sekarang kan ibaratnya masih tumpang tindih. Hilirnya di BPH, tapi masih dikoordinasikan dengan dirjen. Antara regulator dan eksekutor itu beririsan. Nah ini yang harus dibenahi,” jelasnya.
Selain itu Bambang menambahkan kasus yang saat ini ditangani oleh Kejagung RI itu harus menjadi pijakan baru bagi DPR untuk memperbaiki peraturan terkait tata kelola minyak di Indonesian
“Saya sangat sepakat dengan teman-teman Komisi XII bahwa ini jadi pintu masuk untuk perubahan revisi Undang-undang Migas,” pungkasnya. (GIB)