TODAYNEWS.ID – Tim Advokasi Surabaya mencatat sebanyak 109 orang diamankan aparat kepolisian dalam aksi unjuk rasa yang berlangsung ricuh pada 29–30 Agustus 2025.
Dari jumlah tersebut, 80 orang ditahan di Polrestabes Surabaya. Hingga kini, 55 orang telah dibebaskan, satu orang masih menjalani pemeriksaan, dan sekitar 26 orang belum jelas keberadaannya.
Sementara itu, di Polda Jatim tercatat 29 orang ikut ditahan, dengan 28 di antaranya sudah dilepaskan.
Direktur LBH Surabaya, Habibus Shalihin, mengungkapkan pihaknya belum memperoleh data resmi terkait jumlah anak di bawah umur yang turut ditangkap. Namun, dari hasil pantauan Tim Advokasi, setidaknya delapan orang berusia di bawah 17 tahun sempat diperiksa di Polrestabes Surabaya.
“Seluruh anak yang ditangkap saat aksi sudah dipulangkan oleh Unit PPA Polrestabes Surabaya,” jelasnya.
Habibus menilai proses pendampingan hukum terhadap para demonstran belum berjalan maksimal. Tim Advokasi sempat tertahan di pos penjagaan, sehingga baru bisa masuk ke kantor polisi pada sore hari. Akses informasi pun ditutup sejak pagi hingga akhirnya baru terbuka sebagian pada malam hari.
“Kondisi ini membuat banyak orang diperiksa tanpa didampingi pengacara. Mereka rentan mengalami intimidasi hingga penyiksaan,” tegasnya.
Menurut Habibus, pembatasan akses tersebut bertentangan dengan berbagai aturan, mulai dari KUHAP, UU Bantuan Hukum, UU Advokat, UU HAM, hingga peraturan Kapolri. Bahkan, hal ini dinilai melanggar prinsip konstitusional UUD 1945 dan Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik (ICCPR).
“Menutup akses bantuan hukum berarti mengabaikan prinsip negara hukum. Aparat wajib tunduk pada hukum, bukan bertindak sewenang-wenang,” ujarnya.
Tim Advokasi Surabaya mendesak kepolisian membuka data lengkap terkait seluruh warga yang ditangkap, memberikan akses penuh kepada bantuan hukum, serta memastikan penanganan perkara dilakukan sesuai prosedur hukum tanpa intimidasi maupun kekerasan.