Jakarta- Sidang pengujian materi undang-undang proporsional Pemilu di MK, kembali digelar dengan agenda mendengarkan keterangan dari pihak pemohon, yakni Partai Bulan Bintang (PBB), pada Rabu (8/3/2023).
Sebelumnya diberitakan, bergulirnya isu sistem proporsional tertutup untuk diterapkan pada Pemilu 2024, bermula dari langkah enam orang, yang mengajukan gugatan uji materi UU Nomor 7 Tahun 2017, tentang Pemilu ke MK.
Uji materi ini diajukan oleh enam orang, yakni Demas Brian Wicaksono, Yuwono Pintadi, Fahrurrozi, Ibnu Rachman Jaya, Riyanto, Nono Marijono. Ada sejumlah pihak terkait dalam permohonan ini, yakni Partai Garuda, PSI, PBB, kemudian Derek Loupatty, Achmad Taufan Soedirjo, dan Martinus Anthon Werimon.
Gugatan ini telah teregistrasi di MK dengan nomor perkara 114/PUU-XX/2022. Para pemohon mengajukan gugatan atas Pasal 168 ayat (2) UU Nomor 7 Tahun 2017.
Dalam pasal itu diatur, bahwa pemilihan anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota, dilaksanakan dengan sistem proporsional terbuka.
Dalam sidang yang digelar pada Kamis (26/1/2023) lalu, Pemerintah menyatakan bahwa sistem proporsional terbuka, merupakan mekanisme terbaik dalam penyelenggaraan Pemilihan Umum (Pemilu) di Indonesia.
Hal ini disampaikan Dirjen Politik dan PUM Kemendagri Bahtiar, yang mewakili Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian dan Menkumham Yasonna Laoly sekaligus Presiden Joko Widodo (Jokowi), dalam Sidang Pleno Pengujian Materil Undang-Undang Pemilihan Umum, di Mahkamah Konstitusi.
Menanggapi hal ini, Sekjen PBB, Afriansyah Ferry Noor mengatakan, pihaknya akan menjelaskan pada sidang lanjutan pengujian materi undang-undang proporsional Pemilu, bahwa sistem tersebut, jelas tidak menguntungkan bagi partainya.
“Artinya, dengan sistem terbuka ini, banyak transaksi politik, yang mana kekuatan modal sangat dibutuhkan. Dan sistem ini, pernah dilaksanakan pada tahun 1999 sampai 2004,” tukas Afriansyah, atau yang akrab disapa Ferry, pada Rabu (8/3/2023).
Hal senada juga disampaikan Ketua Umum PBB, Yusril Ihza Mahendra, yang menyebut sistem pemilu proporsional terbuka bertentangan dengan konstitusi. Sistem coblos caleg tersebut menurutnya melemahkan fungsi partai politik (parpol).
Hal itu disampaikan Yusril dalam sidang lanjutan uji materi UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu di Mahkamah Konstitusi (MK), yang disiarkan langsung melalui YouTube MK, pada Rabu (8/3/2023).
“Pemilih kita akhirnya juga tenggelam dalam mindset sekedar memilih kader yang terkenal atau orang dekat yang ia kenal saja, bukan membidik kandidat yang berkapasitas dan mampu bekerja,” ujar mantan Menteri Hukum dan Perundang-undangan Indonesia itu.
Namun, faktanya sebanyak 80% pemilih PBB pada 2019, justru tidak setuju dengan sistem proporsional tertutup. Direktur Eksekutif Trust Indonesia, Azhari Ardinal mengatakan, pada survei Februari 2023, mayoritas pemilih di Indonesia, khususnya pemilih partai politik, menolak proporsional tertutup.
“Itu ternyata (hasilnya) 60% lebih menolak proporsional tertutup. Yang artinya, mereka sangat menginginkan sistem proporsional terbuka, seperti yang sudah dilakukan sebelumnya,” kata Azhari, saat diwawancara dalam program Metro Pagi Primetime, pada Rabu (8/3/2023).
Sistem proporsional terbuka yang dianut Indonesia sejak 2004, menggunakan cara, dimana masyarakat bisa mengetahui dan memilih, siapa saja daftar calon anggota legislatif, yang akan mewakili mereka. Muka si calon, akan terpampang di lembaran surat suara.
Lawan dari itu adalah sistem proporsional tertutup. Sistem ini, tidak mengharuskan partai menampilkan wajah anggotanya, di surat suara.
Masyarakat cukup mencoblos partai–yang sekiranya akan membawa aspirasi mereka. Partai-lah yang akan memilihkan, siapa anggota yang akan dikirim ke Senayan.
Dalam sistem proporsional tertutup, anggota dewan dipilih berdasarkan nomor urut.
Jika suara partai mencapai batas tertentu yang membuatnya menang di dapil, sang amggota dewan, karena ada di posisi pertama, akan otomatis jadi anggota DPR. Apabila partai mendapat jatah dua kursi, maka nomor urut seterusnya yang akan terpilih.
Siapa orang yang diusung partai? Publik sangat mungkin tidak tahu sama sekali.
Sistem proporsional tertutup ini, ditolak oleh hampir seluruh partai yang ada di DPR. Hanya ada satu yang setuju, yakni pemenang Pemilu 2014 dan 2019: PDIP. (Bung)